Oleh Asyari Usman
Pertama-tama, minta maaf kepada para perokok. Dalam seminggu ini, saya berniat hendak menulis sesuatu yang bertentangan dengan keinginan para konlomerat rokok. Serius, saya tidak menyadari bahwa hari ini, 31 Mei 2024, adalah “Hari Tanpa Tembakau Sedunia” (World No-Tobacco Day). Kalau mau disingkat HTTS tidak masalah, atau WNTD.
Saya baru tersadar ketika ada notifikasi WA yang menyertakan judul “Hari Tanpa Tembaua Sedunia. Entah dari grup WA yang mana, saya tidak tahu pasti.
Apakah karena saya tidak merokok kemudian saya pro-HTTS? InsyaAllah, bukan. Semata-mata karena secara ilmiah telah dibuktikan bahwa merokok merusak kesehatan perokok. Bahkan kesehatan orang lain, anak-anak Anda, jika Anda merokok sembarangan. Ini disebut “passive semoker” (perokok pasif). Orang lain menghirup asap rokok yang Anda kepulkan ke mana-mana.
Karena itu, merokok bukan urusan individu. Ini urusan publik. Hak Asasi Manusia (HAM)? Juga bukan. Sebab, lebih asasi lagi hak orang yang tidak merokok untuk tidak menjadi perokok pasif.
Kalau Anda cepat mati karena rokok Anda sendiri, silakan saja. Tapi, kami-kami yang tidak merokok ini tidak rela terkena penyakit yang disebabkan merokok pasif (passive smoking).
Usia itu urusan Tuhan. Iya, setuju. Tapi, merokok juga urusan Tuhan. Bagi kaum muslimin, Allah Subhanahu Wa Ta’laa melarang kita melakukan pemubaziran. Membuang-buang duit. Orang yang mubazir disebut sebagai “saudara syaitan”.
Kalau diperdebatkan apakah merokok itu mubazir atau bukan? Kelihatannya para perokok sebetulnya mengakui itu walaupun malu-malu. Sebab, argumentasi bahwa merokok tidak mubazir, sangat lemah.
Kita lihat dari sudut pandang lain. Misalnya, siapa yang diuntungkan oleh para perokok? Tidak lain adalah perusahaan-perusahaan produsen rokok. Merekalah yang menikmati perbuatan mubazir itu.
Di Indonesia ada 70 juta perokok. Kalau satu orang membakar satu bungkus rokok seharga Rp25,000 tiap hari, berarti para perokok di negeri ini membuang duit sebanyak Rp1,750,000,000,000 (Rp1.75 triliun). Sebulan kita bakar Rp52.5 T. Setahun kita buang duit Rp630,000,000,000,000 (Rp630 T). Artinya, uang yang dibuang ini bisa membangun 1,000 kilometer jalan tol per tahun. Atau, kita bisa banngun 100,000 puskesmas baru.
Ironisnya, para pemilik pabrik rokok itu tidak pernah mempromosikan rokok kepada anggota keluarga mereka. Bahkan mereka melarang anak-anak mereka menyentuh benda berbahaya itu. Para produsen rokok mengatongi keuntungan puluhan miliar rupiah per tahun.
Jarang sekali ada keluarga pabrik rokok yang mengalam kecandua merekoko. Banyaj sekali orang susah yang menyediakan diri mereka menjadi perokok.
Jadi ada pengorbanan mulia kita untuk menjadikan para pengusaha kaya dan semakin kaya raya. Mereka juga sehat wal afiat tapa penyakit kanker paru-paru dan penyakit-penyakit lain yang disebabkan merokok.
Dalam suasana HTTS ini perlu Anda, para perokok, renungkan betapa besar sumbangan Anda kepada para pengusaha rokok. Uang yang Anda bakar setiap tahun itu bisa membangun 100,000 puskesmas.[]
31 Mei 2024
(Jurnalis Senior Freedom News)