Eramuslim.com – Ada temuan intelijen menarik dari Greg Poulgrain dalam karyanya The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategiss of John F Kennedy and Allen Dulles. Ada banyak hal yang baru yang belum terungkap ke publik. Cerita tentang geopolitik Papua yang mana orang asing ternyata lebih mengenali kekayaan sumberdaya alam negeri kita daripada kita sendiri.
Antara lain yang patut disorot ada di bab I. Jika benar temuan ahli geologi asal Belanda Jean Jacques Dozy bahwa konsentrat emas di pegunungan Ertsberg itu adalah 15 gram per ton, maka ketika Freeport Sulphur (pendahulu Freeport Indonesia) pada pasca kejatuhan Presiden Sukarno mendapat konsesi Kontrak Karya dari pemerintahan Presiden Suharto, maka perusahaan milik Dinasti Rockefeller itu sejatinya merupakan perusahaan tambang emas terbesar di dunia.
Lho, bukankah penghasil tambang emas terbesar di dunia adalah Afrika Selatan? Kalau merujuk pada temuan Dozy pada 1936, ternyata tidak juga.
Sebab di Witwatersrand Afrika Selatan ternyata hanya menghasilkan konsentrat emas 7,5 gram per ton. Berarti, tambang emas di Papua dua kali lipat lebih besar daripada di Afrika Selatan.
Menurut saya kejahatan Freeport di sini adalah, bahwa temuan Dozy pada 1936 itu tetap dirahasiakan dan hanya jadi informasi ekslusif klan bisnis Rockefeller dan perusahaan Belanda yang berkongsi dengannya di Papua sejak 1920-an, melalui sebuah perusahaan kongsi yaitu Netherlands New Guinea Petroleum Company atau NNGPM.
Di permukaan terkesan ini korporasi milik Belanda sepenuhnya meski berkongsi dengan perusahaan Amerika. Namun temuan Poulgrain mengungkap bahwa NNGPM mayoritas kepemilikan saham 60 persen milik dinasti Rockefeller Standard Oil of California dan Standard Vacuum Oil (Stanvac). Sedangkan Belanda hanya memiliki 40 persen.