Reaksi terhadap RUU HIP
Tanggal 24 Juni 2020, pukul 13.00, jalan raya di depan kantor wakil-wakil rakyat, Senayan, berkumpul ribuan anggota masyarakat. Mereka menyampaikan aspirasi, menolak penyimpangan Pancasila. Sebab, apa yang dilakukan pemerintahan sekarang, tak ubahnya konsep Nasakom orde lama dan asas tunggal orde baru.
Persamaan asas tunggal Pancasila dan RUU HIP adalah menghilangkan sila pertama, Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa. Asas tunggal Pancasila versi Soeharto, kembali ke kebudayaan animisme, aliran kepercayaan. Aliran ini bertentangan dengan tauhid yang terformulasi dalam sila pertama. Soeharto bermitra dengan kapitalisme barat yang dipimpin Amerika Serikat. RUU HIP juga kembali ke budaya animisne versi Soekarno, ekasila (gotong royong). Maknanya, Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, hilang. Soekarno bermitra dengan negara-negara komunis, sama dengan yang dilakukan Jokowi sekarang.
Simpulannya, RUU HIP menghidupkan kembali ajaran animisme dan komunisme di Indonesia. Maknanya, RUU ini mengdegradasi status Pancasila sebagai dasar negara. Tempat yang terhormat bagi Pancasila adalah di Pembukaan, bukan dalam bentuk undang-undang apa pun yang statusnya lebih rendah dari UUD 45. Memaksakan pembahasan RUU HIP, berarti mengulangi tragedi peristiwa G30S/PKI 1965 dan peristiwa Tanjong Priok 1984. Tidak ada pilihan lain, RUU HIP harus dicabut sekaligus dikeluarkan dari Proglenas, sampai kiamat. Semoga !!! (*)
Depok, 27 Juni 2020
Penulis: Abdullah Hehamahua