Tak Ada Ijazah Asli Jokowi, Demi Hukum Gus Nur dan Bambang Tri Bebas

Oleh : Eggi Sudjana*

Ketua Umum TPUA/ Kuasa Hukum Gus Nur & Bambang Tri Mulyono

Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

*[QS Al Isro’ : 36]*

Hingga sidang ke-empat pada tanggal 10 Januari 2023 lalu, dalam perkara Mubahalah Ijazah palsu Jokowi jaksa telah menghadirkan 13 orang saksi. Dari seluruh bukti yang dihadirkan, tidak ada satupun ijazah asli milik Jokowi, baik ijazah SD, ijazah SMP, ijazah SMA dan S-1 UGM milik Jokowi yang dihadirkan di persidangan.

Alih-alih menghadirkan bukti ijazah asli Jokowi, pada sidang Selasa (10/1) lalu, saksi Edy Kuncoro malah membawa ijazah aslinya. Yang dipersoalkan ijazah Jokowi, yang dibawa malah ijazah Edy Kuncoro. Persis seperti pepatah betawi ‘Jaka Sembung Naik Ojek, Ga Nyambung Jek’.

Saat Jaksa melalui majelis hakim saya minta untuk menghadirkan bukti ijazah asli Jokowi, jaksa hanya terdiam. Malah sibuk menjelaskan agenda sidang selanjutnya, memeriksa saksi sekali lagi lalu dilanjutkan periksa ahli. Ini juga sama, yang ditanya apa, yang dijawab apa, jaka sembung bawa golok, ga nyambung kok.

Kenapa jaksa harus hadirkan bukti ijazah asli Jokowi? Karena jaksa mendakwa Gus Nur dan Bambang Tri mengedarkan kabar berita bohong melalui Mubahalah Ijazah palsu Jokowi. Jaksa yang mendakwa, jaksa pula yang harus membuktikan.

Jaksa dibebani pembuktian untuk menyatakan ijazah palsu Jokowi adalah berita bohong. Bagaimana caranya? dengan menghadirkan ijazah aslinya.

Kalau tidak ada ijazah aslinya, apa dasarnya Gus Nur dan Bambang Tri dituduh mengedarkan kabar atau berita bohong?

Anehnya, hakim tiba-tiba menyatakan akan memberikan penilaian tersendiri. Padahal, hakim juga sudah sependapat Jaksa yang memiliki kewajiban membuktikan dakwaan.

Padahal, dengan tidak dihadirkannya bukti ijazah asli Jokowi, dakwaan jaksa menjadi tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. berdasarkan pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP ditegaskan:

“Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.”

Tidak cermat, karena ada unsur pidana yang lewat soal keabsahan ijazah asli Jokowi. Menjadi tidak lengkap, karena tidak ada ijazah asli Jokowi. Menjadi tidak jelas mana ijazah yang palsu dan yang berbohong, karena tidak ada ijazah asli Jokowi.

Konsekuensinya, maka proses persidangan ini harus dihentikan karena hanya buang-buang waktu. Dakwaan materi ijazah Jokowi, tapi Jokowi dan ijazah aslinya tidak dihadirkan di persidangan.

Dalam ketentuan pasal 143 ayat (3) ditegaskan:

“Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.”

Dalam memutus perkara, agar hakim tidak memberikan penilaian subjektif, maka hakim harus berpatokan pada ketentuan pasal 183 KUHAP yang menyatakan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Adapun alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAP adalah:

1.      Keterangan saksi

2.      Keterangan ahli

3.      Surat

4.      Petunjuk

5.      Keterangan

terdakwa.