Pertemuan akan digelar di Istana, Senin ini (17/1), antara para tokoh agama dengan Presiden SBY. Pertemuan dilatarbelakangi kritikan keras, yang dikemukakan sejumlah tokoh agama terhadap Presiden SBY, terkait dengan kondisi rakyat Indonesia yang semakin memburuk, dan tidak menunjukkan adanya progres (kemajuan).
Meskipun, pemerintah dalam laporan yang disampaikan menjelang akhir tahun 2010, menyatakan adanya keberhasilan di berbagai sektor, terutama dibidang ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tetapi, sejumlah kegagalan, dan adanya kecenderungan menunjukkan tren semakin memprihatinkan. Seperti akhir-akhir ini dengan banyaknya rakyat yang mati kelaparan dan bunuh diri.
Di Jepara, Jawa Tengah, sebuah keluarga, enam anaknya semuanya mati, akibat makan tiwul. Karena, orangtuanya yang sangat miskin, yang tingkat penghasilan sangat kecil, dan tidak mampu memberikan makan anak mereka, sampai kemudian mengkonsumsi tiwul, yang mengandung racun, dan menyebabkan kamatian enam orang anaknya.
Di desa-desa makanan tiwul dan nasi aking, sudah menjadi sesuatu yang lumrah, dan menjadi menu rakyat. Akibat kemiskinan yang terus menggerus hidup mereka. Tanpa belas kasihan. Rakyat di desa yang menjadi buruh tani, dan mengalami kegagalan panen, mereka tidak memiliki penghasilan apapun, dan mereka harus menghidupi sanak famili mereka. Masalah kemiskinan yang akut telah menjadi fenomena rakyat di desa-desa di seluruh Indonesia. Sangat berbeda dengan kondisi masyarakat urban, yang tinggal di kota-kota besar, yang bisa hidup lebih baik, dan tidak menghadapi kelaparan.
Belakangan ini masalah yang lebih serius lagi, menyangkut masalah keadilan dan penegakkan hukum, yang semakin jauh dari rasa keadilan. Negara dan pemerintah dikalahan para bandit dan koruptor. Semua ini terjadi karena para penegak hukum berkolaborasi dengan para bandit dan koruptor.
Negara dan pemerintah benar-benar menjadi tidak berdaya menghadapi para bandit dan koruptor. Kasus yang paling fenomenal dan menyakitkan bagi nurani rakyat, masalah mafia pajak, yang melibatkan Gayus Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak, yang berhasil mengobrak-abrik aparat hukum dan pemerintah. Gayus sekarang justru berbalik seakan menjadi seorang ‘pahlawan’. Ini logika terbalik. Di mana Gayus yang sudah memberikan sejumlah informasi dan data tentang para mafia pajak, yang kakap maupun hiu, tetapi pemerintah tak beranjak untuk melakukan tindakan. Dengan informasinya itu Gayus ingin menjadi pahlawan.
Momentum yang terus-menerus terjadi di dalam kehidupan masyarakat yang ada ini, dimanfaatkan oleh sejumlah jaringan media (Kompas dan Media Indonesia), yang melakukan kolaborasi dengan sejumlah tokoh agama, melakukan tekanan terhadap pemerintahan SBY. Tentu tekanan yang mereka lakukan bukan tanpa tujuan, dan target yang mereka inginkan.
Tokoh lintas agama dari golongan Islam diwakili Syafi’i Maarif dan Din Syamsuddin, yang selama dikenal dekat dengan golongan non muslim, yang tergabung dalam gerakan lintas agama. Mereka akan terus melakukan tekanan politik yang akan meningkatkan posisi tawar mereka.
Seperti tokoh Islam yang pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Maarif, yang berpikiran sekuler, dan lebih dekat dengan kalanngan non-Muslim, memperkuat legitimasi kalangan non Muslim, yang tergabung dalam gerakan yang mereka sebut: Dialog Lintas Agama, atau Lintas Iman.
Kalangan ini yang cenderung terus mereduksi kalangan-kalangan Islam yang mereka tuduh sebagai kelompok radikal dan eksklusif. Maka kolaborasi antara kalangan tokoh Islam yang sekuler dengan kalangan agama lainnya, tidak berarti tidak memiliki agenda, yang strategis kedepan.
Mereka tentu ingin semakin mendekati pemerintahan SBY dengan sejumlah isu polilitik, ekonomi, dan penegakkan hukum, yang akan dibarter dengan agenda yang ingin mereka minta kepada pemerintah untuk menghadapi secara bersama-sama yaitu kelompok Islam radikal, yang sekarang oleh media Kompas dan Media Indonesia, yang selalu menjadi perhatiannya.
Sebuah aliansi baru antara tokoh lintas agama, yang berwawasan pluralis (majemuk) dengan pemerintah, di tengah-tengah berbagai kecenderungan, baik yang bersifat lokal, regional dan global, yang memungkinkan terjadinya kristaliasi ideologi (agama), yang sangat tidak menguntungkan, terutama di negeri-negeri mayoritas muslim bagi golongan Kristen. Seperti peristiwa yang terjadi di Irak, Negiria dan Mesir, baru-baru ini, akibat terjadinya aksi kekerasan terhadap golongan Kristen di kedua negara itu, sungguh menimbulkan kecemasan yang mendalam.
Pertemuan antara golongan agama di wakili sejumlah tokoh agama dengan Presiden SBY, merupakan awal, bagi sebuah dialog yang dapat dimanfaatkan, khususnya bagi kalangan ‘agamawan’ non-muslim, yang ingin mencapai tujuan jangka panjangnya di Indonesia. Sebab kalau di sebut merupakan kelompok agamawan, apakah Din Syamasuddin dan Syafi’i Maarif, kiranya dapat dikatakan sebagai representasi dari golongan Islam?
Tetapi, selama ini yang lebih banyak melakukan dialog dan komunikasi dengan tokoh-tokoh lintas agama, memang kedua tokoh itu, yaitu Syafi’i Maarif dan Din Syamsuddin. Kedua tokoh Islam sudah memiliki hubungan yang dekat dengan berbagai tokoh lintas agama.
Rencananya, SBY akan bertemu para tokoh lintas agama, antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus Situmorang, Andreas Yewangoe, Buya Syafii Maarif, Franz Magnis Suseno, KH Salahuddin Wahid, dan Biku Sri Pannyavaro.
Sebaliknya, para tokoh lintas agama, akhirnya hanya akan memanfaatkan situasi yang ada belakangan ini, hanya untuk menekan pemerintah, terutama dari kalangan Kristen/Katholik, yang menginginkan diberikannya kesempatan yang sebebas-bebasnya untuk menyebarkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya dikalangan umat Islam.
Justeru para tokoh-tokoh Islam yang selama ini dituduh garis keras, tidak melakukan langkah apapun, terkait dengan kondisi yang ada sekarang ini, karena mereka sudah tidak lagi memiliki keberanian akibat tuduhan ‘teroris’, dan sebagian mereka sudah menjadi alat pemerintah SBY, dan masuk dalam jebakan ‘koalisi’, dan hanya duduk sambil menikmati buah kekuasaan.
Sekarang yang melakukan manuver politik kalangan Islam, yang menganut ideologi pluralis bersama-sama degnan tokoh lintas agama, dan terus melakukan tekanan politik terhadap pemerintah SBY yang disokong sejumlah media, seperti Kompas dan Media Indonesia, yang memang memiliki arah dan kecenderungan yang sama.
Ini akan semakin memojokkan kalangan Islam yang ingin menegakkan Islam secara kaffah, dan hidup dengan Islam, yang kemudian disudutkan dipojok dengan tuduhan sebagai kelompok teroris.
Bangkitlah para aktivis Islam, seperti yang dilakukan umat Islamdi Tunisia, yang berhasil mengakhiri pemerintah yang lalim dan kejam terhadap rakyatnya. Wallahu’alam. mhn.