Syahadat Prabowo atas Jokowi, Quo Vadis?

Kepercayaan otentik tidak mengabaikan kemungkinan adanya distrust. Sebaliknya kepercayaan politik menekankan kemungkinan adanya pelanggaran dan pengkhianatan sebagai bagian yang esensial dalam trust. Pemimpin demokratis mengambil keputusan setelah melakukan deliberasi secara terbuka dengan semua elemen partai. Keputusan itu terukur, dalam arti telah mengantisipasi kemungkinan pelanggaran dan pengkhianatan di dalamnya.

Oligarki

Kepercayaan buta adalah karakter utama oligarki. Mereka mengendalikan partai dari belakang layar, mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan pengurus dan pendukung partai lainnya. Oligarki ini sekarang menguasai semua partai politik kita. Oligarki tidak bekerja untuk rakyat. Oligarki bekerja untuk diri sendiri, mereka berupaya melangengkan diri.

Dunia politik kita menjadi semakin kerdil, tidak kompeten, tidak profesional dan hampir pasti gagal mengontrol pemerintah akibat meluas dan menguatnya oligarki. Seberapa kuat oligarki dapat disiratkan oleh perkembangan dinasti-dinasti politik.

Prabowo adalah bagian dari dinasti Soemitro Djoyohadikusumo di Partai Gerindra. Keluarga itu sangat kuat bukan lantaran kekerabatan tetapi karena profesionalisme dan kompetensi.

Kepercayaan buta adalah pola hubungan yang pada umumnya tercipta di lingkungan militer. Satuan militer terdiri dari komandan dan prajurit, yang memerintah dan yang diperintah. Tugas prajurit hanya satu: mengikuti perintah komandan. Prajurit percaya buta kepada komandannya, apa yang terbaik untuk komandan adalah terbaik untuk mereka.

Saya kira Prabowo membawa inspirasi kepercayaan buta itu dari karirnya yang panjang di dunia militer. Tetapi hubungan militer bukanlah hubungan demokratis.

Kepercayaan buta seharusnya bukan menjadi esensi kepemimpinan Prabowo. Ia mungkin beralasan bahwa keputusan mesti diambil cepat. Namun setelah berbulan lewat rapat-rapat yang dibutuhkan untuk mendasari pengambilan keputusan strategis seharusnya sudah dibuat. Sebuah taklimat saja tidak cukup untuk itu. []

Penulis: Radhar Tribaskoro

Bandung Initiative Networks.