Setiap gerakan wudlu yang shahih sudah tetulis jelas dalam al hadits. Tinggal kita mau memakainya atau tidak, atau kita lebih suka bewudlu sebagai mana bewudlunya kita waktu kita masih kecil, dan kita tidak tahu ada dasar hadits sahihnya apa tidak.
Masalahnya adalah…
Umat ini sudah telalu lama dijauhkan dari ilmu, dan dari budaya mencari ilmu. Mereka cukup puas dengan mendengarkan fatwa syeikh atau ustadz dari pada harus membaca hadits dan ayatnya sendiri. Itu memang sudah menjadi strategi musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam, menjauhkan mereka dari dua sumber ilmu. Mereka tahu bahwa kunci kejayaan umat ini adalah ada dalam dua sumber ilmu tersebut, Al Qur’an dan Al Hadits. Maka mereka menempuh berbagai cara untuk mengacau umat ini agar jauh di petunjuk kejayaan tesebut. Dan hal ini terbukti telah sangat berhasil.
Kurikulum-kurikulum dalam lelmbaga-lembaga pendidikan Islam telah banyak teralih untuk mempelajari kitab-kitab turunan, kitab-kitab yang belum jelas kesahihan pengarangnya, dan meninggalkan pengajaran pokok tentang ilmu Al Qur’an dan ilmu Hadits yang sangat dibutuhkan umat. Sekali lagi ini adalah strategi musuh Islam, mereka berhasil mengubah arah kurikulum dari lembaga-lembaga pendidikan Islam modern saat ini.
Hayya ‘alal falah…mari kita menuju kejayaan.. dengan kembali pada Al Quran dan Al Hadits. Mengubah kebiasaan lama cara ibadah kita dan mengembalikannya sesuai Al Qur’an dan Al Hadits.
KEMANAKAH ZAKAT UMAT INI?
Ketika umat ini sudah tidak memiliki rumah tempat hukum-hukumnya bernaung dan berlindung, maka perihal zakat adalah hal yang terkena dampak musibahnya. Dan ketika umat muslim terbagi-bagi dan terkotak-kotak dalam berbagai bentuk negara/nation, maka umat ini terbebani dua macam tanggungan, yaitu zakat dan pajak. Zakat dan pajak adalah dua hal yang sama. Sama status definisi hukumnya. Zakat adalah sesuatu yang harus dikeluarkan jika kita memiliki sesuatu. Sama dengan pajak. Seharusnya seseorang yang telah membayar zakat tidak perlu membayar pajak. Dan jika dua hal ini harus ditunaikan oleh umat muslim secara bersama-sama, dengan kata lain mereka terbebani dua kali kewajiban, maka hal itu akan sangat menyengsarakan umat. Akhirnya mereka lebih suka untuk melepas tangung jawab membayar zakat. Karena sangsinya tidak langsung, sedangkan pajak sangsinya langsung. Jika seorang pedagang muslim harus mengeluarkan zakat untuk barang dagangannya dan disisi lain dia juga harus membayar pajak, maka keuntungan yang ia peoleh akan lebih kecil dan harga barang dagangannyapun otomatis akan menjadi lebih mahal.
Setelah menerima nasib yang menyedihkan karena sudah dianak tirikan, zakat juga telah kehilangan tuannya. Yang awalnya ia ada di baitul mal kaum muslimin, kini ia ada dikantong-kantong para penadah zakat yang belum jelas validitas dan kejelasan statusnya bagi umat ini. Merekalah pihak yang memancing ikan di air keruh. Mereka mengambil keuntungan dari keterpurukan umat ini. Mereka mengatasnamakan umat Islam padahal yang menikmati hasilnya hanyalah sekelompok dari merekanya saja bukan keseluruhan umat muslim, bukan untuk kemaslahatan umat ini. Kalaupun mereka mengatasnamakan alokasi untuk pendidikan, maka lembaga pendidikan yang mendapat keuntungan dan kemajuan adalah lembaga pendidikan milik kelompok mereka saja. Hal ini adalah fakta lain kebrobrokan umat yang sangat memilukan.
Hendaknya dana zakat dari umat ini dipergunakan untuk kemashlahatan umat secara keseluruhan. Yaitu diantaranya adalah dengan menggunakannya untuk mendanai umat dalam hal ilmu, sebuah proyek pendidikan untuk mencerdaskan umat secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan kelompok. Karena dengan mendidik umat dengan ilmu dan juga mempemudah akses mereka untuk memperoleh pendidikan ilmu Islam yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, maka hasilnya yang akan diperoleh adalah umat ini akan maju dan tercerahkan, umat ini akan bisa mengadakan pembaharuan, dan akan mampu bangkit lagi, bangun dari ketepurukannya selama ini serta mampu berjaya kembali karena ilmu….(Bersambung…)
Nazla El Qorie