Eramuslim.com – INTELEKTUAL Indonesia di masa perjuangan kemerdekaan marah besar waktu ada ekonom kolonial mengatakan rakyat cukup hidup dengan biaya sebenggol sehari.
Sebenggol sama dengan 2,5 sen gulden sehari. Sangat jauh dari kelayakan hidup saat itu. Apabila digambarkan dengan kesulitan hidup rakyat di lapisan bawah saat ini, sama tertekannya.
Tertekan oleh harga-harga kebutuhan seperti tarif listrik, kontrak rumah, uang bensin, ongkos angkutan umum, biaya pendidikan, dan sembako untuk makan sehari-hari.
Faktanya, saat ini banyak rakyat di lapisan bawah yang tiga kali sehari hanya mampu makan mie instan sebagai pengisi perut anak-istri.
Hatta, Soekarno, dan lain-lain waktu itu marah sekali. Mereka protes. Soekarno misalnya menulis sebuah artikel berjudul:
“Orang Indonesia Cukup Nafkahnya Sebenggol Sehari?… ”
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang merupakan ekonom neoliberal pada dasarnya mewarisi ciri ekonom kolonial. Ekonom yang tidak punya empati dan tidak punya terobosan dalam usaha mengangkat kesejahteraan mayoritas rakyat negeri ini.