Keempat, demo tandingan dibeberapa tempat yang menegasi HRS dengan berbagai ocehan. Asal teriak saja, ya sedikit bakar bakar poster. Sebagaimana biasa demo “nasbung” seperti ini berbiaya. Karenanya jumlah menjadi terbatas. Asal ada saja. Foto dan berita buat media.
Melihat antusiasme masyarakat untuk menjemput ke bandara, nampaknya akan menjadi aktivitas fenomenal. HRS menjadi figur ikutan perubahan yang didambakan. Status quo yang otoriter dan menjemukan tersentak dengan hal ini.
Bagi rezim yang korup, tak punya rasa malu, sewenang-wenang, gemar rekayasa, serta sensitif, maka kepulangan HRS yang dijemput massa besar, menimbulkan kegamangan. Di tengah wibawa pemerintah yang merosot, maka fenomena 10 November 2020 dapat mengguncangkan.
Dalam sejarah, kepulangan HRS ini yang paling hangat dibicarakan dan menjadi penjemputan tokoh terbesar. Bagi Jaya Suprana dapat menjadi obyek yang menarik. Tetapi bagi umat Islam yang merasa terpinggirkan dalam proses politik di negara ini, kepulangannya menjadi suplemen penguat perjuangan.
Kita tidak dapat mengetahui persis apa yang terjadi pasca kepulangannya. Hanya saja tapak yang dibuat sebelum kepergian ke Saudi Arabia hingga kini masih menggema yaitu “212”.
Berkumpul jutaan orang di Monas mendengarkan Khutbah Jum’at HRS yang menggelegar. Presiden Jokowi adalah salah seorang jama’ah terdepannya.
Sebentar lagi reuni 212 yang biasanya dihadiri jutaan jama’ah pula. Jika benar bahwa HRS jadi pulang, maka reuni 212 tahun 2020 akan menjadi ajang penting perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia. Ada kekuatan magnetik dari salah satu pemimpin umat yang disegani (ditakuti) penguasa, Habib Rizieq Shihab.
(Penulis: M. Rizal Fadillah, Pemerhati politik dan kebangsaan)