Oleh: Tony Rosyid
ANIES BASWEDAN, tokoh ini menjadi pembeda di antara dua capres lainnya. Jika Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berasal dari koalisi kekuasaan, Anies Baswedan tampil secara konsisten di pihak oposisi. Anies mengusung “spirit perubahan” yang tidak mungkin tema ini dinarasikan oleh dua capres lainnya.
Dengan tema “perubahan” Anies leluasa mengoreksi kepemimpinan sebelumnya. Tidak berarti semua salah. Tapi akan ada banyak yang perlu dikoreksi dan Anies punya ruang untuk menawarkan gagasan-gagasan dan program-program yang baru dan lebih segar. Sesuatu yang baru akan ditunggu dan lebih diminati rakyat.
Dari peran ini, logikanya, dukungan rakyat terhadap Anies akan sangat besar. Karena hadirnya Anies yang fresh ini diinginkan oleh mayoritas rakyat.
Indikator yang bisa menjelaskan logika ini adalah pertama, lahirnya ratusan simpul-simpul relawan yang secara sukarela melakukan kerja-kerja politik buat Anies.
Kedua, adanya gelombang massa yang selalu bergerak ke setiap acara yang dihadiri Anies.
Dua indikator ini cukup menjelaskan silent majority yang punya harapan besar terhadap Anies untuk memimpin negeri ini ke depan.
Ekspektasi kepada Anies makin besar ketika keadaan rakyat pada hari ini sedang sangat memprihatinkan.
Survei yang dilakukan Polmark di 32 provinsi (di luar 6 provinsi di Papua) dengan 38.400 responden dan margin of error 0,51% mengungkapkan fakta yang menuntut munculnya seorang pemimpin baru yang mampu melakukan perbaikan.
Fakta itu adalah bahwa 92,6% rakyat merasakan harga bahan pokok naik dan tidak terjangkau. 98,5% rakyat merasa bahwa korupsi yang masif saat ini telah mengakibatkan kehidupan rakyat semakin sulit.
Sebanyak 89,5% rakyat juga merasakan kesulitan mencari lapangan pekerjaan. 80,3% rakyat merasa bahwa layanan kesehatan tidak merata untuk bisa dinikmati oleh masyarakat miskin.
Sementara 76,6% mengatakan bahwa infrastruktur telah berkembang tapi belum mampu meperbaiki kehidupan rakyat.
Polmark juga mengungkapkan temuan bahwa 65,5% rakyat mengalami penurunan pendapatan. 49,6% mengalami kekacauan ekonomi. 29,6% rakyat kehilangan pendapatan.
Fakta ini memberi karpet merah buat Anies untuk menjawab tantangan, terutama terkait kesulitan ekonomi dan sempitnya lapangan pekerjaan yang sedang dialami oleh mayoritas rakyat.
Logikanya, rakyat tidak banyak bisa berharap kepada Prabowo dan Ganjar yang notebene adalah bagian dari kekuasaan.
Apalagi Jawa Tengah misalnya, adalah provinsi di wilayah Jawa dengan tingkat kemiskinan terparah setelah DI Yogyakarta. Apa yang bisa diharapkan untuk menyelesaikan kesulitan ekonomi yang dialami rakyat saat ini.
Ini akan menyulitkan bagi Ganjar untuk mengangkat tema kesejahteraan. Tema kesejahteraan juga akan sulit dinarasikan oleh Prabowo, karena terbentur oleh program food state yang gagal.
Meski begitu, tidak serta merta bagi Anies, dan juga Muhaimin Iskandar untuk dengan mudah mengambil suara rakyat yang sedang sekarat ini.
Setidaknya ada dua tantangan yang akan dihadapi Anies-Muhaimin.
Pertama, potensi abuse of power. Penyalahgunaan kekuasaan. Penggunaan instrumen (alat) negara dan kecurangan menjadi hal yang laten terjadi pada setiap pemilu. Pemilu 2019, Prabowo jadi korban. Saat ini, Prabowo telah menjadi bagian dari kekuasaan. Dari tiga capres, hanya Anies yang berada di luar kekuasaan.
Kedua, money politics. Di tengah intimidasi terhadap para donatur (penyumbang relawan) Anies, lawan politik sedang menghambur-hamburkan uang. Dua lawan politik Anies memiliki logistik yang relatif tidak terbatas.
Fakta di lapangan, pemilu sering dipersepsikan sebagai masa panen bagi banyak tokoh, agamawan, dan sebagian aktivis untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Tidak sedikit yang bersikap pragmatis. Aji mumpung. Idealisme hilang, nasib masa depan bangsa absen dari memori yang ada di kepala dan nurani banyak tokoh dan agamawan.
“Berapa anda dikasih Anies Baswedan? Kami siapkan mobil dan dana operasional sekian.” Ini adalah kalimat yang sering kita dengar dari tim lawan Anies. Otomatis akan selalu menggoda iman dan konsistensi para tokoh dan agamawan yang berada di kubu Anies. Karena sering kita dengar, maka anda akan mudah mengeceknya.
Apakah Anies dengan keterbatasan logistik akan tetap mampu menjaga simpati rakyat di tengah praktik abuse of power dan money politic yang semakin masif? Di sinilah kemampuan tim Anies-Muhaimin akan diuji dalam mengkonsolidasikan suara dari silent majority tersebut. (sumber: RMOL)
Jika tim AMIN tidak menyentuh masyarakat pedesaan maka walaupun setiap safari politik pendukung mbludak ttp aja perolehan suara bisa kalah dg paslon lainnya, ingat pilpres 2019, tiap safari politik prabosan pengunjung membludak, tp krn kurang menyentuh menembus ke masyarakat pelosok dan masyarakat bawah…lihat hasilnya