Setahun Subholding Pertamina Apa Kabar?

Khayalan pemerintah ini tampaknya didasarkan pada asumsi bahwa aset perusahaan Migas pasti laku kalau dijual atau banyak pembelinya.

Jika swasta diberi peluang masuk dalam bisnis Pertamina maka banyak pemilik uang/modal yang akan menetes air liurnya. Mereka akan berbondong bondong membeli saham anak perusahaan pertamina yang di IPO nantinya.

Sehingga subholding menyasar usaha hulu Pertamina atau usaha dibidang ekplorasi dan ekploitasi minyak atau menyedot minyak dari dalam bumi.

Di masa lalu usaha penyedotan minyak ini adalah sumber uang yang paling menggiurkan. Perusahaan asing selama ratusan tahun menyedot minyak di Indonesia.

Sekarang banyak perusahaan asing sudah kabur dalam bidang ini. Blok minyak mereka dibeli oleh pertamina. Pertamina membelinya kepada pemerintah. Diantaranya blok mahakam, blok rokan, ONWj dll.

Setelah dibeli Pertamina blok-blok ini yang dikerjakan anak perusahaan Pertamina akan di subholding dan selanjutnya di IPO. Aset anak perusahaan di bagian hulu ini sangat besar. Aset yang besar ini diharapkan bisa laku dijual demi dapat cuan.

Lalu kelompok kedua adalah kilang kilang Pertamina. Sama dengan hulu, kilang meskipun usianya sudah tua tapi ini adalah aset yang bernilai ekonomi besar. Masih menghasilkan banyak uang. Swasta pasti tertarik menanamkan cuan disini. Demikianlah yang diangankan para menteri.

Selama ini kilang sulit dapat modal. Kilang tidak terbangun dan tidak berkembang. Segitu saja dari dulu. Kemarin beberapa waktu lalu kilang Pertamina terbakar secara beruntun, mulai dari kilang Balikpapan, diikuti kilang Balongan lalu selanjutnya kilang Cilacap.

Ribuan orang diungsikan dan terdapat korban jiwa dalam kejadian ini. Kilang-kilang tua ini akan disubholding dengan harapan dapat cuan, uang masuk dan saham laku keras. Demikian angan para menteri dalam urusan kilang ini.

Tidak sebatas itu usaha Pertamina di bidang pembangkit listrik geotermal menjadi alat mencari cuan ditengah krisis dan pandemi copid. Dalam hal ini PLN keserempet.
Aset pembangkit geotermalnya direnggut, untuk dijual ketengan bersama pembangkit geotermal pertamina yang dikelola PGE.

PLN meradang karena bisa kehilangan prestasi dibidang bauran energi. Sementara pembangkit terbarukan lainnya milik PLN seperti PLTA sulit dibangun karena diperas pajak macam macam termasuk pajak air.

Aset pembangkit PLN ini akan diserahkan pada PGE untuk dijual ketengan kepada investor. Ini mungkin diharapkan para menteri Jokowi agar dapat cuan besar dari isue perubahan iklim.

Aset geotermal ini mungkin akan dijadikan umpan cacing menarik uang dari kesepakatan COP 26 Skotlandia. Tapi apa benar caranya dengan menjual pembangkit secara ketengan begitu bisa dapat cuan?

Apakah Setahun Sudah Ada Hasil?

Coba cari jawabannya, tampaknya para menteri Presiden Jokowi senangnya cuap-cuap saja, biar dikira kerja oleh presiden. Tapi hasil kerjanya kagak ada.

Sebagai bukti saya tidak melihat prestasi mereka dalam mengatasi kebangkrutan Garuda. Ya ujungnya Garuda akan disuntik oleh APBN.

Tidak ada terobosan dalam mengatasi kebangkrutan BUMN karya, dan menyelamatkan keuangan BUMN holding tambang yang uangnya kesedot beli saham Rio Tinto di Freeport grasberg Papua dan puluhan BUMN lainnya sekarang di ujung tanduk tersandera utang besar.

Kita perhatikan menteri Jokowi dalam hal ini menteri BUMN cuma gonta-ganti pejabat komisaris BUMN, menempatkan orang dalam lingkaran pendukung kekuasaan di posisi penting di BUMN.

Tapi hasilnya apa?

Di depan mata mereka hanya menonton BUMN berguguran satu per satu dihantam krisis dan ekonomi Covid-19. Tidak ada langkah terobosan.

Langah mereka berputar-putar dalam lingkaran, tidak punya jalan keluar. Lalu bikin khayalan subholding, jual ketengan anak perusahaan Pertamina untuk dapat cuan. Tapi langkah tehnisnya tidak jelas. Berputar-putar, bingung.