Sengkarut Kebijakan Penanganan Covid-19

Sistem kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah mengalami kegagalan karena membeludaknya jumlah pasien, jaring pengaman sosial yang sangat sedikit tidak dapat melindungi orang-orang yang membutuhkan, dan tidak adanya perlindungan yang layak bagi buruh menyebabkan ratusan juta orang menganggur dan kekurangan uang.

Pada saat yang sama, pandemi ini menyoroti persoalan inkompetensi dan lemahnya kepemimpinan dalam memerintah. Sangat jelas bahwa diawal Pandemi banyak sekali komentar-komentar “receh” yang disampaikan oleh Pemerintah Indonesia. Bahkan sebagian besar anti sains dan mengajukan takhyul, yaitu membuat kalung penyangkal corona.

Sikap remeh-temeh yang bermula dari pemerintah ini menyebabkan laju virus dengan cepat menyebar, namun setelah itu mereka kehilangan cara untuk mengatasinya. Untuk membenarkan ketidakmampuan itu, dicarilah kambing hitamnya. Rakyat sekarang yang menjadi tumbalnya.

Tuduhan terhadap masyarakat yang tidak taat protocol kesehatan dan tidak disiplin menggunakan Masker, Mencuci Tangan dan menjaga jarak (3M) dilontarkan untuk melegitimasi kegagalan dalam mengatasi wabah ini. Sementara contoh-contoh buruk sering dipertontonkan oleh pemerintah sendiri.

Maka dalam kabut Covid-19 ada istilah yang sangat mencolokĀ  yaitu penguasa populisme. Melakukan proteksi terhadap kebebasan warga negara atas nama Covid-19. Bahkan proteksi media sosial pun dilakukan.

Penguasa populis berusaha mendeteksi masyarakat atas alasan keselamatan masyarakat itu sendiri. Tetapi sebaliknya penguasa populis tidak bisa menjamin keselamatan nyawa dan keselamatan ekonomi rakyat yang sedang terhimpit.

Dalam proteksi penguasa itu banyak pembatasan-pembatasan yang terjadi. Pembatasan tempat Iibadah menjadi persoalan yang sangat krusial. Masjid-masjid di daerah yang terkena aturan PPKM ditutup sementara.

Dalam kabut Covid-19 iman pun “dirampas” dengan alasan yang sama. Sementara untuk tempat-tempat tertentu seperti pekerja konstruksi diperbolehkan 100 persen.

Dalam kabut Covid-19, biaya kesehatan menjadi mahal. Biaya perjalanan menjadi mahal, harus menggunakan sertifikat vaksin dan tes PCR atau tes Antigen. Kita tidak bisa lagi membedakan antara bisnis dan kesehatan, semua menjadi kabut dalam asap tebal covid-19.

Covid-19 telah menjadi belenggu bagi kita semua. Kita percaya bahwa penyakit ini akan mampu diatasi apabila dikelola dengan baik. Tetapi belenggu ibadah, belenggu kebebasan, belenggu ekonomi, belenggu politik telah terjadi dengan alasan covid ini.