Sengkarut Kebijakan Penanganan Covid-19

Beberapa opsi tersedia dalam UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan yang menjadi rujukan pemerintah. Dalam hal penyakit yang menular seperti ini harus dilakukan Karantina Wilayah dan Karantina Pintu Masuk.

Mengutip Pasal 1 ayat 10 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Tetapi meskipun UU/6/2018 memberikan opsi untuk segera menutup pintu masuk, pemerintah tetap membolehkan orang asing masuk ke Indonesia. Celakanya orang asing itu sebagian besar adalah tenaga kerja dari Cina, negara sumber penyakit itu bermula.

Menurut Data Imigrasi Kemenkumham (2020-2021) Pada Januari 2020, 188 Ribu WNA China Masuk Indonesia Pada akhir Juni hingga awal Juli 2020, 500 WNA asal China masuk ke Indonesia melalui Bandara Haluoleo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Kemudain Pada 23 Januari 2021 Sebanyak 153 WNA dari China masuk ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, 4 Mei 2021 85 WNA Cina masuk melalui Bandara Seoekarno Hatta.

Pada 8 Mei 2021 Sebanyak 157 Warga Negara Asing (WNA) asal China sampai di Indonesia melalui Bandara Udara Soekarno Hatta.

Lalu lintas WNA dari Cina sangat ramai masuk ke Indonesia, namun pembatasan aktivitas dalam negeri semakin represif. Setiap kegiatan-kegiatan masyarakat, seperti saat unjuk rasa membela Palestina, maupun aksi lainnya, covid selalu menjadi alasan pemerintah untuk menghadang kebebasan itu.

Kegiatan-kegiatan politik, terutama sekali dari pihak yang dianggap berbeda dengan pemerintah dilarang karena covid. Tetapi kalau presiden dan para menteri menghadiri pernikahan artis atau membuat kerumunan seperti di NTT, kemudian hari ulang tahun Gubernur di Jawa Timur, tidak dipersoalkan.

Sebaliknya warga negara seperti Habib Rizieq dihukum karena didakwa “memprovokasi kerumunan”. Dan terakhir dihukum karena dituduh memalsukan hasil Swab Test. Ini semua kezaliman dalam negeri di tengah bebasnya orang asing keluar masuk di Indonesia.

Gagal Menangani Covid-19

Ada dua kegagalan pemerintah menghadapi covid-19: Pertama, gagal menyelamatkan nyawa warga negara; Kedua, gagal mengatasi krisis ekonomi. Kedua hal itu menjadi sumber awal dari persoalan bangsa hari-hari ini.

Pemerintah dapat disebut telah gagal menghentikan laju Covid-19 yang akhirnya membuat banyak masyarakat mati karena itu.

Kegagalan menyelamatkan nyawa warga negara adalah kegagalan memenuhi amanat konstitusi yaitu “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”

Kegagalan ini harus menjadi salah satu intropeksi bahwa memang pemerintah tidak mampu untuk menjalankan roda pemerintahan demi menjaga dan melindungi rakyat. Kini rakyat menghadapi hantaman kedaruratan, mulai dari darurat kesehatan hingga darurat ekonomi.

Semua ini berawal dari kegagalan menghadapi wabah ini yang memang dari awal gagap ditangani. Kalau seandainya pada awal-awal pemerintah mengambil karantina wilayah (lockdown) maka penyebarannya akan mungkin teratasi.

Gagal Mengatasi Krisis Ekonomi

Bukan hanya gagal mengatasi kesehatan. Bahkan ekonomi pun anjlok, krisis ekonomi semakin menyulitkan semua orang, ini merupakan bagian selanjutnya dari kegagalan pemerintah.

Sudah berapa banyak anggaran yang telah dikeluarkan untuk menghadapi pandemi. Mulai dari anggaran di bidang kesehatan, bantuan sosial, anggaran pemulihan ekonomi, refocussing anggaran/kegiatan dan alokasi anggaran untuk UMKM dan lain sebagainya.

Per Desember 2020 Badan Pemerika Keuangan (BPK) mencatat total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp 1.035,2 triliun. Dana tersebut berasal dari APBN sebesar Rp 937,42 triliun. Kemudian dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar  Rp 86,36 triliun dan dari sektor moneter sebesar Rp 6,50 triliun.

Artinya selama setahun Indonesia menghabiskan begitu banyak Anggaran hanya untuk mengendalikan covid-19, namun negara tidak berusaha untuk menghentikan laju penyebaran Covid.

Seandainya anggaran itu digunakan untuk melakukan karantina wilayah dengan memberi makan warga negara selama karantina mungkin laju penyebaranya Covid-19 akan teratasi dengan baik, sehingga nyawa warga negara terselamatkan dan lalu lintas perekonomian jalan dan kita bisa keluar dari krisis ini dengan baik.

Dalam Belenggu Covid-19

Penularan Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia menyingkap retakan-retakan besar sosial-ekonomi yang memang telah lama diabaikan oleh pemerintah.