Secara Konstitusi, Jabatan Jokowi Harus Berakhir Paling Lambat 20 Oktober 2024 Bila Lewati itu Makar Konstitusi

Oleh : Eggi Sudjana

Menarik membaca artikel yang ditulis adinda Ahmad Khozinudin berjudul ‘SETELAH LA NYALLA, GILIRAN YUSRIL BERGERILYA UNTUK MELEGITIMASI PERPANJANGAN USIA KEKUASAAN JOKOWI’. Adinda Ahmad mampu membaca substansi ide ‘penundaan Pemilu’ yang diwacanakan Yusril melalui usulan agar MPR melakukan amandemen UUD 1945.

Saya perlu tegaskan bahwa menurut konstitusi, jabatan Presiden Jokowi dalam periode kedua ini paling lambat harus berakhir pada tanggal 20 Oktober 2024. Kenapa dikatakan paling lambat? Karena, konstitusi mengatur jabatan Presiden bisa lebih singkat dari masa jabatannya, baik karena mangkat, berhenti atau diberhentikan (Pasal 8 UUD 1945).

Sementara periode jabatan Presiden hanya maksimum dua kali, secara tegas diatur dalam Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan:

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”

Karena itu, norma pasal 169 huruf n UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tegas menyebutkan:

“Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: n. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.”

Karena itu, nama-nama seperti SBY dan Jokowi, jelas tidak memenuhi syarat untuk maju sebagai Capres maupun Cawapres. Pemahaman makna dari pasal ini tidak dapat diartikan SBY dan Jokowi boleh mencalonkan lagi sebagai Cawapres. Karena Presiden dan Wakil Presiden masuk kategori lembaga Presiden yang berkedudukan sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan.

Karena itu, segala upaya yang ditempuh untuk mendudukan Jokowi kembali ke tampuk kekuasaan baik sebagai Wakil Presiden dan apalagi Menjadi Presiden kembali, baik dengan dalih tiga periode atau tunda Pemilu, adalah TINDAKAN MAKAR KEPADA KONSTITUSI. Usulan untuk melakukan amandemen konstitusi dengan memberikan legitimasi kepada MPR untuk mengatasi kekosongan kekuasaan, baik atas alasan apa yang dinarasikan Yusril karena calon tunggal dan kotak kosong, apalagi berdalih tunda Pemilu karena alasan yang dibuat buat copat copit seperti yang dikatakan La Nyalla Matalitti, adalah usulan atau WACANA YANG MAKAR TERHADAP KONSTITUSI dan ini harus masuk katagori PENJAHAT KONTITUSI .