Saudara Dudung Membunuh Lagi

Padahal mana ada penembakan yang dilakukan oleh santri, mahasiswa, ulama, marbot masjid atau muadzin. Jangan-jangan sekarang panggilan azan dianggap radikalisme. Cara pandang radikal dari Dudungisme.

Oleh: M Rizal FadillahPemerhati Politik dan Kebangsaan

KKB yang disebut saudara oleh Jenderal Dudung ternyata terus melakukan pembunuhan. Terakhir tiga anggota TNI di Distrik Gome tertembak. Pratu Rahman, Serda Rizal, dan Pratu Baraza. Tindakan atau penanganan TNI dirasakan tidak memadai. Betapa lemahnya TNI menghadapi KKB atau Teroris OPM hingga terasa begitu murah harga nyawa para prajurit.

Sebagai rakyat yang mendengar penghinaan Teroris OPM kepada bangsa dan tentara sangatlah prihatin. Seperti yang menantang pada TNI. Ada bayang-bayang kekuatan atau kepentingan di belakang OPM ini. Lalu kita ragu melakukan tindakan tegas bahkan setingkat Pangkostrad pun harus menempatkan mereka sebagai saudara.

Saudara itu telah membunuhi prajurit TNI. Beberapa hari sebelumnya Serda Miskel Rumbiak ditembak mati, 3 lainnya luka berat dalam serangan saat prajurit TNI membuat jembatan. TPNPB-OPM minta pembangunan dihentikan dan mengancam akan terus menembak mati jika pembangunan diteruskan. Komandan Operasi Mayor TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya Arnoldus Kocu mengultimatum :

“Kami sudah larang tidak boleh datang dan injak tanah kami, kalau datang kami akan tembak mati. TNI kombatan, kami juga kombatan”.

Saudara KSAD Dudung Abdurrahman seperti itu harus dibiarkan? Aneh, bukannya dihadapi dengan operasi serius untuk menumpas kaum separatis dan teroris tersebut, malahan KSAD mengadakan apel siaga di Monas untuk teriak radikal-radikul dengan menempatkan umat Islam yang disebut radikal kanan sebagai musuh berbahaya. Kacau sekali.

Padahal mana ada penembakan yang dilakukan oleh santri, mahasiswa, ulama, marbot masjid atau muadzin. Jangan-jangan sekarang panggilan azan dianggap radikalisme. Cara pandang radikal dari Dudungisme.

Rezim ini gagal fokus menempatkan lawan berbahaya. Buzzer pemecah belah dan OPM di Papua sepertinya tidak dianggap teroris yang mesti ditumpas habis, justru sebaliknya ratusan pesantren dan organisasi Islam diposisikan sebagai radikal, kelompok teroris, atau terafiliasi ISIS. Tanpa kriteria yang jelas dan berdasar hukum.