Sangat tidak adil jika kita menyebut istilah “Sampah Masyarakat” kepada gelandangan, pengemis, pemulung dan sebagainya. Karena boleh jadi keadaan mereka akibat system negara yang bobrok, sehingga merekalah diantaranya yang menjadi korban. Tulisan ini bukan ingin membahas opini umum seperti itu, tetapi ingin menunjukkan bahwa ada manusia yang suka dengan sampah, yang hobi makan sampah, hobi nonton sampah, mendengar sampah, ada yang berteman dengan sampah, segala pekerjaan dan aktifitasnya hanya menghasilkan sampah maka sangat layak disebut manusia sampah.
Sampah adalah sisa buangan manusia yang dianggap sudah tidak berguna. Kalaupun bisa berguna harus di daur ulang atau direkayasa sedemikian rupa baru bisa berguna lagi. Sampah itu identik dengan kotoran, bau, busuk, jijik, suber penyakit, sebisanya dijauhkan dari kehidupan manusia. Bisa kita bayangkan kondisi kejiwaan manusia yang sangat menyukai sampah, berkatifitas yang bernilai sampai, serta yang dihasilkan hanya sampah.
Makanan sampah adalah makanan yang mengandung bahan-bahan yang tidak dibutuhkan tubuh, bahkan ada bahan yang membayakan tubuh, seperti zat pengawet, pewarna, perasa, pemutih, penyedap rasa, pengenyal dan sebagainya. Bahan-bahan seperti ini banyak digunakan di rumah rumah makan siap saji. Bahkan boleh dikatakan menjadi resep wajib bagi tiap-tiap resotran harus menggunakan penyedap rasa. Lidah masyarakat kita pun sudah tidak bisa lagi dipisahkan, sehingga menjadi kunci laku tidak lakunya sebuah tempat makan. Pemiliki warung nasi atau rumah makan tentunya tidak mau ambil resiko, dan agak susah membangun kreatifitas resep yang aman tapi punya rasa yang enak. Maka jalan pintasnya adalah harus memakai penyedap rasa….