Samakah Jokowi Dengan Richard Nixon Soal Partai Demokrat?

Tetapi sebelum lebih jauh menyusuri koridor itu, saya ingin mengajak Pembaca FNN yang budiman untuk mengenal penilaian negarawan-negarawan Amerika terhadap partai politik. Partai politik dalam penilaian mereka, terlihat buruk.

John Kenneth White, dalam Handbook of Party Politics, diedit oleh Richard S Katz dan William Corothy (ed) mengungkap pandangan berkelas dari tiga negarawan Amerika. Mereka adalah mantan Presiden George Wahington, John Adam dan Thomas Jefferson.

George Washington, orang pertama yang mengawali praktek pemerintahan presidensial di dunia, seperti ditulis White, menilai buruk partai politik. Washington, tulis White menyatakan “dalam satu pemerintahan monarki, patriotisme mungkin memandang dengan toleran, jika tidak dengan mendukung semangat partai. Tetapi dalam pemerintahan rakyat, pemerintah yang murni pilihan, semangat partai tidak perlu didorong”.

Lain Washington, lain pula John Adam, yang menjadi penerusnya sebagai presiden kedua Amerika Serikat. Kata Adam “tidak ada yang aku takuti selain terbelahnya republik menjadi dua partai besar. masing-masing diatur dibawah pimpinannya dan mengambil langkah-langkah yang bertentangan satu sama lain”.

Abigail Adam, istri Jhon Adam, memang bukan politikus. Tetapi penilaiannya juga menarik. Katanya “roh partai itu buta, jahat, tertutup, tidak jujur, dan tidak kenal ampun.” Mirip dalam substansinya dengan Abigail, Thomas Jefferson, Presiden ketiga Amerika Serikat ini mengatakan pada tahun 1789 “jika saya tak bisa masuk surga kecuali dengan partai, maka saya rela untuk tak masuk surga“.

Amerika, dalam kenyataan sejauh ini, benar-benar terbelah ke dalam dua partai. Partai Republik dan Partai Demokrat. Garis politik keduanya berbeda dalam sejumlah aspek substansial dan tampilan praktisnya. Tetapi apakah kedua partai inilah, yang melukis secara independen wajah sosial, politik, ekonomi dan hukum Amerika? Tak selalu juga.

Pelukis sesungguhnya bukan mereka. Mereka tidak selalu bisa menampilkan garis dan keyakinan politiknya secara independen. Hampir tidak ada dari mereka yang mampu menggunakan energinya secara independen untuk menantang ide-ide financial oligarky.

Tetapi sudahlah, simpan dulu soal-soal itu. Mari, sejauh yang bisa meraba langkah lanjutan AHY dan SBY, anak dan ayah ini. Akankah SBY yang terlihat mengerti nilai etika dan martabat sebagai orang beradab menjadikan Pak Moeldoko sebagai target? Bila itu dilakukan, jelas Pak ABY menentukan target, sekaligus terlihat kalah level sama Pak Moeldoko.