Eramuslim.com – Presiden Joko Widodo sepertinya ingin menyudahi hubungan baik dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar di negeri ini, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Setidaknya hal itu tercermin saat orang nomor satu di Indonesia tersebut mengabaikan masukan dari kedua ormas tersebut.
Masukan yang dimaksud berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2019 pada 9 Desember mendatang. NU dan Muhammadiyah sama-sama mendesak agar Jokowi meninjau ulang, atau bahasa lainnya, menunda gelaran pilkada.
Keduanya kompak bahwa keselamatan rakyat menjadi yang utama, sementara gelaran pilkada di masa pandemi amat berbahaya bila dilanjutkan.
Namun masukan dari ormas Islam yang biasanya didengar itu ternyata diabaikan Jokowi. Melalui Jurubicara Presiden, Fadjroel Rachman, pemerintah memastikan tidak akan menunda pilkada.
Alasannya, karena penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir dan tidak satu negara pun yang tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Selain itu, Fadjroel juga mengurai bahwa tidak ditundanya pilkada bertujuan untuk menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih.
Alasan yang diutarakan pemerintah, melalui Fadjroel, sekilas tampak masuk akal. Tapi, jika dikaji lebih mendalam mengenai substansi pendirian negara, maka alasan NU dan Muhammadiyah meminta pilkada ditunda lebih realistis.