RUU BPIP Sama Dengan RUU HIP, Berpegangan Pada 1 Juni 1945

Sangat jelas ada nilai “lestari” dan “langgeng” serta “asal usul” Pancasila, yang tak lain Pancasila 1 Juni 1945 yang harus diamalkan. Inilah penyelundupan awal.

Lalu masih dalam “Menimbang” butir b yang memformulasi narasi perkembangan Pancasila hingga 22 Juni 1945 dan finalnya pada 18 Agustus 1945 berujung pada kalimat :

“..dan merupakan satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana tersebut di dalam Keputusan Presiden No. 24 tahun 2016 tentang Lahirnya Pancasila”.

Kita telah mengetahui bahwa fokus dari Kepres di atas tak lain adalah Pancasila 1 Juni 1945 dengan rumusan Pancasila yaitu Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Perikemanusiaan), Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, serta Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Sangat jelas bahwa landasan filosofis dan yuridis dari RUU BPIP tetap Pancasila 1 Juni 1945. Meskipun untuk pengertian Pancasila tidak dapat menghindarkan diri dari rumusan sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

RUU BPIP disebut “asal-asalan” karena singkat sekali hanya VII Bab dan 17 Pasal. Yang betul betul berkaitan dengan BPIP sendiri hanya Bab IV, Bab V dan Bab VI.

Bab VII Penutup dan Bab I Ketentuan Umum. Bab II Asas dan Tujuan. Sedangkan Bab III dapat disebut “out of position” tidak relevan dengan BPIP.

Mengingat bahwa RUU BPIP adalah “buntut” dari RUU HIP dan RUU HIP tersebut telah menggoncangkan bangsa dan negara dengan penyelundupan ide komunisme, maka sudah tepat dan layak jika masyarakat tetap keberatan akan keberadaan BPIP dan RUU BPIP-nya.

Oleh karena itu sangat beralasan pula jika seruan rakyat masih konsisten pada “Bubarkan BPIP” dan “Tolak RUU BPIP”.

Jika Pemerintah dan DPR masih juga memaksakan, maka patut disimpulkan bahwa “hidden agenda” memang terbukti dan sedang dijalankan. Rakyat berhak bersikap.

M. Rizal Fadillah

Pemerhati politik dan kebangsaan.