Di belahan wilayah lain, kampanye door to door yang menjadi andalan Koma hanya menyisakan permusuhan, karena warga tak berkenan dengan caranya yang kurang adab. Ada pula sesama pengabdi Jokowi jambak jambakan karena amplop berkurang Rp5000.
Di Padalarang, Jawa Barat relawan Koma langsung diusir karena membagikan selebaran sambil minta foto copy KTP.
Sementara di sisi lain Kyai Ma’ruf Amin yang diharapkan bisa menambah elektabilitas, justru sebaliknya, performance-nya mengecewakan. Apalagi pernyataan di media massa sering blunder, makin merusak elektabilitas Jokowi. Bahkan, kehadirannya di tengah masyarakat tidak disambut sebagaimana layaknya ulama. Berbeda dengan saat dia belum nyawapres.
Kritik terhadap kyai makin sering tatkala beberapa ucapannya menimbulkan masalah baru yang ujung-ujungnya menggerogoti elektabilitas Jokowi. Lihat saja ketika Kyai Ma”ruf menuduh umat Islam yang ada di kubu Prabowo adalah umat yang suka mencuri sandal di masjid, membuat kecewa umat itu sendiri. Masyarakat makin geram ketika statemen Ma’ruf makin kacau,”Setelah sandal yang diambil, kini masjid juga mau diambil”
Kekacauan juga dipertontonkan oleh sang capres sendiri. Klaim-klaim keberhasilan yang ditampilkan oleh Jokowi dalam debat kedua, – yang ditampilkan secara meyakinkan – ternyata fakir kemampuan dan miskin data. Terbukti media massa secara tegas membantah klaim tersebut dan menghadirkan data yang sesungguhnya. Para pengamat mengulasnya hingga berhari-hari pasca debat.
Pengakuan sepihak Jokowi atas pembangunan jelas membuat elektabilitas merosot tajam.
Ditambah kesadaran baru masyarakat akan informasi yang selama ini mereka konsumsi ternyata cuma pencitraan belaka.