RKUHP: Neokolonialisme, Alat Represif Negara Berdalih Karya Anak Bangsa

Draf RKUHP turut memuat ancaman Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan.

Hal itu tertuang dalam Pasal 256.

“Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,”

Luar biasa, rakyat dalam pasal ini ditempatkan sebagai rakyat di negeri jajahan, persis seperti era penjajahan Belanda. Tidak boleh ada kritik dan penyampaian pendapat dari rakyat, semua dan segenap rakyat harus mengabdi, tunduk dan patuh pada penguasa.

Masih banyak lagi kritik terhadap RKUHP ini. Jadi, aneh jika RKUHP bermasalah ini malah dibanggakan oleh DPR sebagai karya agung yang mengakhiri hukum warisan penjajah belanda.

Diluar RKUHP sejatinya produk legislasi DPR secara substansi lebih mewakili kepentingan penjajah (oligarki) ketimbang kepentingan rakyat. UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU Minerba, UU KPK, dll, secara substansi normanya sarat dengan penjajahan hak dan kedaulatan rakyat oleh kepentingan penguasa di bawah kendali kaum oligarki. [faktakini].