Meski berada di Saudi akan tetapi suaranya menggema di tanah air. Sebagian umat menunggu arahan arahannya. Habib Rizieq memang seorang pemimpin. Tentu tidak bagi Jokowi, suara itu menjadi seperti kalimat perlawanan yang menusuk nusuk. Menjengkelkan. Ingin segera menangkap dan menghukumnya. Membubarkan organisasi pimpinannya yaitu FPI. Meski ia kini bukan lagi Ketua Umum. Soal pendaftaran organisasi dipermasalahkan Mendagri. Tapi sanksi pendaftaran hanya soal fasilitasi saja, dana organisasi dari Pemerintah dan ini sesuatu yang tak terlalu penting bagi FPI.
Memang setelah “sukses” membubarkan HTI kini target adalah FPI. Lalu dijadikanlah hantu untuk menakut nakuti masyarakat dan umat. Siapa yang bersuara kritis pada Pemerintah akan mudah di HTI kan atau di FPI kan. Meski tidak dilarang tetap saja dimanipulasi sebagai organisasi terlarang. Pemerintah memang butuh hantu untuk memperkuat kekuasaannya untuk menambah hantu yang sudah ada yaitu “hate speech”, “radikalisme” dan “intoleransi”.
Di sisi lain pemaksaan segala upaya untuk membubarkan FPI berkonsekuensi pada Jokowi yang bakal mendapatkan tambahan predikat yang memperburuk wajah pemerintahannya. Predikat sebagai bapak otoriter Indonesia.
Sebenarnya Jokowi cari penyakit saja dengan membubarkan FPI. Membuka ruang bagi perlawanan yang justru semakin menguat.
Akal sehat seharusnya menimbang ulang.
29 Juli 2019 (*)
Penulis; M. rizal Fadillah, Aktivis Senior