Modal asing (yang antikemanusiaan) merambah ke sektor penting yang menguasai hajat hidup rakyat seperti air, transportasi, dan lain-lain sehingga proses produksi dalam negeri sangat bergantung pada pihak asing. Sementara harga jual komoditas rakyat dibanderol murah dengan alasan standar mutu yang rendah di pangsa pasar global. Independensi bangsa menurun karena pembangunan masih berharap pada bantuan dan hutang luar negeri (terus bertambah tanpa transparansi); enggan untuk mengembangkan potensi bangsa, misalnya sektor usaha kecil menengah (UKM) yang terbukti survive melewati krisis dan menyerap banyak tenaga kerja.
Dampak lain yang menyedihkan adalah melonjaknya angka kriminalitas, kematian akibat penyakit, penjualan perempuan di bawah umur untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK), hingga tren terbaru adalah eskalasi konflik lokal dan terjadinya terorisme di Indonesia. Di bawah neoliberalisme, kekuasaan dan penindasan dapat berjalan seiring; tanpa keadilan dan kedamaian.
Reorientasi Gerakan
Indonesia memiliki sejarah perlawanan oposisi yang panjang dengan gerakan mahasiswa sebagai unsur pentingnya. Dalam sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia tercatat berbagai periode penting mulai dari gerakan mahasiswa 1928, 1945, 1966, 1974, 1978, 1980-an dan 1998.
Mahasiswa menjadi elemen penting dalam setiap perubahan dan atau pergantian kekuasaan. Mahasiswa mempunyai kekuatan pendobrak karena relatif masih muda, memiliki kemampuan analisis masalah yang baik serta keberanian dan semangat juang menegakkan kebenaran.
Ironisnya, gerakan mahasiswa selalu berhasil mendorong eskalasi perlawanan, tetapi pada akhirnya terdegradasi perlahan sebelum mencapai tujuan. Gerakan mahasiswa selalu dimanipulasi oleh para pembonceng dan elit politik busuk bertopeng senioritas dan teori pembenaran, sehingga kini gerakan mahasiswa melemah kalau tidak boleh dikatakan menghilang.