Perlawanan mensyaratkan sebuah landasan berpikir dan bertindak yang jelas (baca: strategi taktik), diwadahi dalam sebuah organisasi (ormas atau partai politik) yang memiliki program perjuangan ekonomi-politik-budaya, struktur dan pembagian kerja yang jelas dan solid disandarkan pada kesamaan cita-cita dan atau ideologi; tidak lagi bergantung pada figur kepemimpinan rapuh dan mudah dipatahkan dengan konsesi kesejahteraan dan jabatan dalam kekuasaan. Perlawanan yang lebih sistematis dan terorganisasi inilah akhirnya disebut sebagai gerakan.
Negara dan Rakyat
Di era kapitalisme, penindasan semakin terstruktur. Dari “hanya sebatas” kolonialisme dan penindasan secara fisik; kapitalisme “mempercantik diri” dengan cara yang lebih halus. Eksploitasi dan penindasan lebih didasarkan pada penumpukan nilai lebih hasil kapitalisasi finansial di bawah pasar bebas tanpa harus melakukan ekspansi dan agresi teritorial selama dirasakan tidak diperlukan.
Inilah wajah baru kapitalisme: neoliberalisme! Di berbagai negara khususnya negara dunia ketiga yang miskin dan terbelakang, neoliberalisme berjalan dibungkus legalitas hukum dan prosedural demokrasi yang menekankan tiada proteksi negara terhadap produksi dan sektor yang menguasai hajat hidup rakyat, efisiensi keuangan dalam bentuk pencabutan subsidi, profesionalisasi perusahaan-perusahaan besar dalam bentuk privatisasi/ swastanisasi yang notabene kekuatan modal asing. Selain keharusan menjalankan rutinitas pemilihan umum untuk membentuk rezim pro-pasar demi arus investasi, hingga penggunaan mekanisme hukum dan pengerahan kekuatan represif dalam masalah domestik yang mengganggu stabilitas ekonomi dan keamanan modal asing.
Di bawah neoliberalisme, transisi demokrasi di Indonesia berjalan dari kediktatoran Orde Baru menuju keterbukaan pasca Reformasi 1998. Kebebasan pascareformasi merebakkan perlawanan rakyat. Sebagian berhasil mencapai sasaran dan atau merebut haknya kembali, tetapi mayoritas gagal. Angka kemiskinan semakin meresahkan: 37,17 juta rakyat berpenghasilan di bawah 2 dolar AS/ hari, 10,55 juta jiwa pengangguran usia produktif (per tahun 2007), pelayanan kesehatan semakin mahal, pendidikan tidak kreatif dan “membebaskan” hanya menciptakan tenaga buruh murah, kepastian hukum menjadi komoditas untuk orang kaya dan koruptor.