Rezim Baru dan BBM Lima Ribu Rupiah

Soal Subsidi

Kedua, kita bicara soal subsidi. Apakah kita sedang mensubsidi rakyat soal BBM? Apakah orang-orang pengguna 120 juta motor sedang menerima subsidi negara? Apakah orang-orang ojek sedang menerima subsidi? Apakah mobil-mobil angkutan umum sedang menerima subsidi?

Untuk harga BBM sekarang bahkan sampai harga Rp. 5.000 per liter, kita tidak perlu mengatakannya subsidi. Sebab, hal ini hanya terkait cara kita menafsirkan angka-angka dalam APBN kita, sisi pemasukan dan pengeluaran. Di Venezuela harga BBM Rp 330, di Iran Rp. 900 dan Libya Rp 500, begitu murahnya, mungkin karena kotak-katik APBN mereka tidak terjebak mazhab neoliberalisme barat.

Apakah subsidi salah? Jika memang diperlukan subsidi, sebenarnya itu bukan sesuatu yang salah. Memang harus tepat sasaran agar mayoritas yang mendapatkan adalah yang berhak. Pertanyaan kenapa dana PEN (Pemilihan Ekonomi Nasional) setiap ekonomi menghadapi krisis, dikeluarkan negara untuk melindungi orang-orang kaya (juga)?

Sekali lagi kita belum melihat adanya subsidi dan subsidi salah sasaran sejauh ini.

Lalu apa motif pemerintah menaikkan BBM?

Pertama tentunya mencari uang mudah dengan berdagang dengan rakyatnya sendiri. Ini penting untuk adanya uang dialokasikan pada projek-projek infrastruktur, seperti IKN dan Kereta Api KCIC. Kedua, takut mengevaluasi efisiensi dalam bisnis minyak ini. Begitu juga takut mengevaluasi berbagai rencana perluasan kilang yang tidak kunjung tiba. Ketiga, “mindset” penguasa yang tidak mampu melihat kesulitan rakyat yang datang bertubi-tubi, dari mulai pendemi covid-19, harga-harga kebutuhan pokok melambung akibat perang Rusia-Ukraina dan berbagai hal lainnya.

Lalu apa dampaknya pada rakyat? Yang jelas Bank Indonesia sudah memperkirakan akan ada tambahan inflasi 1,3% perkenaikan BBM Rp 1000. Berbagai pengamat mengatakan akan mengakibatkan kenaikan inflasi 7-8%  tahun ini. Sejatinya, dilapangan inflasi bisa berkali lipat, khususnya di sektor pangan dan transportasi.

Untuk manufaktur sendiri, seperti otomotif, maka kejadian lesunya bisnis otomotif akibat kenaikan BBM 2014, akan terulang. Jutaan buruh dan keluarganya harus siap-siap menghadapi nasib buruk. Pengguna motor dan mobil untuk usaha, juga akan menghadapi nasib buruk. Apalagi kebijakan mewajibkan mobil 1400 Cc beli Pertamax, yang akan diteken dalam waktu dekat, semakin memukul usaha UMKM.