Dalam skema seperti itu, Cina dipastikan tidak akan menjadi kekuatan utama atau orbit di kalangan negara-negara berkembang. Sedangkan AS dan blok Barat pastinya akan menjadi musuh bersama negara-negara berkembang dan negara-negara yang baru merdeka, untuk menghadang dan membendung negara-negara imperialis duunya merupakan negara-negara eks penjajah di baik di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, maupun Timur Tengah.
Cina yang sejak 1949 kekuasaan beralih ke Mao Zhe Dong dari tangan Chiang Kai Shek, tentu saja merasa terancam dengan skema Bung Karno yang meskipun berbasis anti kolonialisme dan imperialisme, namun sepenuhnya dalam panduan skema nasionalisme kerakyatan dan bukan atas dasar strategi komunisme.
Sedangkan Cina sejak 1960-an secara tegas telah mencanangkan kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah kunci bagi perjuangan internasional imperialisme, kapitalisme komprador dan feodalisme. Dengan makna lain, Cina dari garis belakang akan mendukung berbagai perjuangan anti imperialisme namun sepanjang tetap dalam skema kepemimpinan Cina sebagai penguasa di kawasan Asia Tenggara.
Menganglkat tema pelurusan sejarah 1965 dengan fokus pada membongkar strategi Global AS dan Cina, maka seluruh elemen bangsa diharapkan akan bersatu padu kembali. Bukannya malah jadi sasaran Proxy War antar kekuatan-kekuatan adikuasa tersebut.[]
Hendrajit, Redaktur Senior Aktual.
https://m.eramuslim.com/resensi-buku/167492.htm