Sehingga pandemi dapat dimaknai positif dengan adanya perubahan peradaban di Jakarta atau bahkan di Indonesia.
Memberlakukan pajak atas sepeda maupun memanjakan pemakai kendaraan bermotor merupakan pikiran yang tidak sejalan dengan perlunya sebuah paradigma kehidupan baru. Jakarta, khususnya, perlu sebuah kehidupan baru dengan membangun orientasi hidup pada kesehatan, bebas polusi, dan penggunaan transportasi murah. Peluang itu hanya ada saat ini, ketika dunia, khususnya, sistem produksi dan reproduksi membutuhkan penataan baru.
Bersepeda yang semakin digandrungi saat ini adalah embrio bagi kecintaan hidup sehat dan kehidupan solidaritas anak anak muda, khususnya di Jabotabek. Embrio ini dapat didorong menjadikan bersepeda sebagai transportasi mainstream rakyat, apabila pemerintah mampu mendorong ke arah sana. Ini adalah perubahan besar yang akan menguntungkan Jakarta dan Indonesia tentunya. Hidup sehat, badan kuat dan langsing, transportasi murah, dan udara bersih.
Getolnya Anies Baswedan memprakarsai sepeda sebagai alat transportasi utama harus didukung. Memang dalam bisnis ada trade off, jika banyak orang bersepeda, maka pasar kendaraan bermotor dan pajaknya berkurang. Namun, pandemik mengajarkan kita bahwa pikiran keuntungan material bukanlah segalanya. Manusia harus hidup dalam pandangan “economy of needs” bukan “economy of wants”.
Dengan bersepeda di masa covid-19 dan sesudahnya, orang akan sehat (sukses “herd immunity”) dan langit akan selalu biru. (*)
Penulis: Dr. Syahganda Nainggolan