Rekomendasi Tim 8 dan Ketegasan SBY

Hari ini, rekomendasi Tim 8 soal kriminalisasi terhadap Bibit Chandra disampaikan kepada Presiden SBY. Sejumlah komentar dari para pejabat institusi hukum pun mulai terlontar. Tidak terkecuali lembaga DPR yang terkesan ikut memposisikan diri di pihak Polri dan Kejaksaan.

Pada intinya, rekomendasi Tim 8 yang merupakan tim adhoc bentukan presiden ini, seperti yang sudah disampaikan melalui konfrensi persnya, kasus Bibit Chandra tidak memenuhi cukup bukti adanya pelanggaran yang disangkakan polisi. Tim 8 bahkan mengusulkan agar proses hukum terhadap Bibit Chandra dihentikan.

Walau ini hanya sebagian saja dari beberapa rekomendasi kepada Presiden yang belum disampaikan kepada publik, sejumlah isu pun santer. Di antaranya, rekomendasi itu memuat perlunya reformasi di tubuh Polri dan Kejaksaan.

Untuk sebagian kalangan, kata reformasi tidak senormatif yang dipahami publik. Karena tidak tertutup kemungkinan, reformasi juga berarti pemberhentian terhadap sejumlah pejabat tinggi Polri dan Kejaksaan yang disinyalir ikut terlibat terhadap kasus kriminalisasi Bibit Chandra.

Bahkan, jika ditarik garis yang lebih luas, kasus kriminalisasi tidak berhenti di soal Bibit dan Chandra, tetapi kuat dugaan adanya upaya penggembosan terhadap kekuatan KPK. Hal itu terungkap setelah proses persidangan Antasari yang menghadirkan kesaksian Sigid dan Williardi.

Kedua saksi yang juga berstatus terdakwa ini jelas-jelas menyatakan bahwa order untuk melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin bukan berasal dari Antasari yang saat itu sebagai ketua KPK. Melainkan, dari para petinggi Polri. Inilah yang akhirnya munculnya sebuah kesimpulan bahwa bukan Bibit Chandra saja yang dijadikan sasaran, tetapi juga KPK yang targetnya Antasari.

Kalau diurut kronologis kejadiannya, mencuatnya dugaan konspirasi terhadap KPK berawal pada bulan Maret 2009, yaitu ketika terbunuhnya Nasrudin pada Sabtu 14 Maret 2009. Kemudian pada bulan Juli, Polri mulai melontarkan adanya indikasi penyuapan, pemerasan, dan penyalahgunaan wewenang terhadap Bibit dan Chandra, dua pimpinan KPK setelah Antasari Azhar.

Pada saat yang sama, pembahasan Undang-undang Tipikor atau Tindak Pidana Korupsi pun berjalan alot. Hal ini karena mulai terciumnya aroma penggembosan terhadap wewenang KPK yang tidak lagi bisa sekuat sebelumnya dalam penindakan kasus korupsi.

Dan akhirnya, semuanya berujung pada pelantikan tiga pejabat sementara pimpinan KPK setelah pemberhentian Antasari Azhar, dan dikenakannya status tersangka terhadap Bibit dan Chandra. Perppu soal pengangkatan pejabat baru KPK keluar begitu cepat, dan pelantikan pun berjalan lancar. Bandingkan dengan keputusan presiden yang lain yang terkesan begitu lambat. Termasuk soal ketegasan Presiden soal dugaan kriminalisasi terhadap Bibit Chandra.

Sejumlah spekulasi publik pun muncul. Tidak tanggung-tanggung, publik menduga adanya pihak kuat yang sengaja membenturkan Polri Kejaksaan dengan KPK. Pakar kepolisian, Prof. Dr. Bambang Widodo Umar menyatakan bahwa kemungkinan Presiden bermain sangat mungkin.

Hal ini karena publik disodorkan sebuah kenyataan bahwa awal mula kasus KPK berhubungan kuat dengan skandal Bank Century. Kalau kasus Antasari dimulai sejak pertengah Maret, skandal Bank Century justru mulai berakhir di awal Maret.

Setidaknya, ini terlihat dari munculnya Perppu nomor 4 tahun 2008 yang disoal DPR periode lama. Menurut pengamat kebijakan publik, Dr Ichsanuddin Norsy, Perppu yang akhirnya ditolak DPR tersebut sarat dengan ’perselingkuhan’ antara pemerintah dalam hal ini Gubernur BI dan Menteri Keuangan dengan pihak-pihak yang bermain di Bank Century.

Sekedar sebagai pengingat, skandal Bank Century memperlihatkan angka penggelontoran yang begitu fantastis. Dari semula 800 miliar, kemudian bertambah menjadi 1,3 trilyun, dan akhirnya menjadi 6,7 trilyun.

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR yang sebelumnya, Dradjad Wibowo, memperkirakan nilai kerugian dari talangan ke PT Bank Century mencapai Rp 2,28 triliun atau sepertiga dari nilai yang dikucurkan pemerintah.

Lalu, di mana hubungannya antara skandal Century dengan KPK? Menurut Ichsanuddin Norsy, institusi hukum yang pertama menyelidiki ketidakberesan ini adalah KPK. Ketika BPK yang waktu itu dinakhodai Anwar Nasution meminta audit terhadap aliran dana ke Century terkendala di BI. KPK pun turun, proses audit baru akan dimulai.

Sayangnya, Anwar Nasution lebih dulu diganti dengan pejabat baru. Pengamat ekonomi Dr. Hendri Saparani menyangsikan adanya kemauan pejabat baru BPK untuk mengusut skandal Century. ”Kalau di level auditor, saya yakin dengan kredibilitas kerja BPK. Tapi, semuanya bergantung pada dewan pimpinan baru itu,” ujar Hendri pada acara diskusi soal skandal Bank Century di Jakarta baru-baru ini.

Kembali ke rekomendasi Tim 8, akankah publik akan mendapatkan ketegasan dari seorang SBY? Beberapa hari nanti akan membuktikan  akan hal itu. Jangan sampai publik teringat dengan kata-kata sebuah iklan. ”Jeruk kok makan jeruk!” mnh