Isolasi ekonomi terhadap rakyat Korut di sektor ekonomi, pada perkembangannya justru akan meningkatkan radikalisasi dan sikap esktrem dari semua lapisan masyarakat di Korut. Persis seperti Jepang menjelang meletusnya Perang Dunia II. Disebabkan isolasi terhadap Korut dalam perdagangan dunia maupun kerjasama di berbagai sektor dengan komunitas internasional.
Pemberlakuan sanksi ekonomi terhadap beberapa bank maupun perorangan terkait sumber keuangan Korut yang disinyalir oleh pemerintahan di Washington merupakan sumber pendanaan program nuklir Korut, pada gilirannya juga akan menutup segala kemungkinan kerjasama ekonomi maupun joint venture antara pemerintah Korut dengan beberapa pelaku bisnis swasta di berbagai sektor.
Infrastruktur perekonomian rakyat Korut hancur gara-gara embargo ekonomi yang diterapkan AS dan negara-negara sekutunya di berbagai kawasan, seperti terlihat melalui pencabutan izin visa ribuan tenaga kerja Korut di Timur Tengah, Maupun pemberlakuan sanksi ekonomi terhadap sejumlah bank dan perorangan terkait sumber keuangan Korut.
Padahal pemberlakuan sanksi ekonomi terhadap sektor-sektor strategis perekonomian Korut, belum tentu ada kaitannya dengan program nuklir Korut. Bahkan yang terlihat adalah ambisi geopolitik AS untuk menguasai kawasan Asia Pasifik. Seperti halnya ketika AS mengembangkan isu bahwa ada senjata pemusnah missal di Irak, dan pada kenyataannya sama sekali tidak terbukti hingga kini. Namun dengan dalih bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah missal di Irak, maka AS punya alasan untuk melancarkan invasi militer ke Irak pada 2003 lalu. Padahal sasaran sesungguhnya AS adalah untuk menguasai geopolitik Irak yang kaya cadangan minyak.