Begitu pula dengan diberlakukannya embargo ekspor tekstil Korut ke luar negeri, pada perkembangannya akan menghancurkan salah satu pendapatan nasional Korut dari ekspor. Sebab dengan dikenakannya embargo memboikot ekspor tekstil Korut ke luar negeri, berarti Korut kehilangan 90 persen pendapatan nasional yang didapat melalui ekspor.
Berarti, salah satu fondasi perekonomian rakyat Korut dengan sengaja dihancurkan. Selain itu, Departemen Keuangan AS juga akan memberlakukan sanksi ekonomi dengan menargetkan sejumlah bank dan perorangan terkait jaringan keuangan Korut. Aksi ekonomi AS ini barang tentu akan menimbulkan efek berantai yang jauh lebih serius. Sebab beberapa orang Korut yang merupakan perwakilan bank-bank yang jadi target otoritas keuangan AS tersebut, beberapa di antaranya juga bekerja di Cina, Rusia, Libya dan Uni Emirat Arab.
Barang tentu hal ini juga akan semakin memperburuk hubungan bilateral AS dengan Cina dan Rusia.
Gerakan mengisolasi Pyongyang itu dilakukan dengna dalih untuk memutus sumber pendanaan terhadap program nuklir Korut. Padahal sama sekali belum terbukti bahwa Korut memang memiliki kemampuan nuklir yang sedemikian hebat. Jangan-jangan isu ancaman nuklir Korut sekadar tipuan belaka.
Sehingga sanksi ekonomi melalui pencabutan izin visa masuk warga Korut ke Timur Tengah maupun sanksi yang ditujukan pada beberapa bank dan perorangan terkait sumber keuangan Korut, sejatinya merupakan serangan penghancuran perekonomian rakyat Korut dengan dalih de-nuklirisasi di Semenanjung Korea.