by M Rizal Fadillah
Sebagaimana diduga sejak awal bahwa kecurangan Pilpres 2024 yang terstruktur, sistematik dan masif memang terjadi. Beberapa kartu suara yang sudah tercoblos menjadi indikasi pada saat Pilpres 14 Februari 2024. Tentu ada yang lolos masuk kotak suara ada pula yang terkoreksi. Pola Quick Count ikut melegalisasi “kemenangan” suara Prabowo-Gibran.
Kecurangan berlangsung berkesinambungan baik proses menuju Pilpres, saat Pilpres dan pasca pencoblosan dengan permainan Quick Count dan penghitungan suara kelak. Ternyata apa yang digambarkan dalam film kejutan “Dirty Vote” benar adanya. Kriminalisasi tiga pakar Zaenal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti dan Feri Amsari menjadi bukti ketakutan efek dari “bocor alus” tersebut.
Begitu juga dengan pemberitaan investigasi Tempo yang menyatakan bahwa Pilpres kini berada di bawah bayang-bayang kecurangan benar adanya. Lebih jauh sebelumnya kekhawatiran penjaga moral Guru Besar, Dosen dan Alumni. Semua temuan maupun seruan tidak mampu menggoyahkan Jokowi dan rezimnya untuk terus melabrak hingga Pilpres 14 Februari 2024.
Wajar jika rakyat menolak hasil Pilpres yang berbasis Quick Count. Real Count adalah ukuran untuk menetapkan bahwa Pilpres 2024 layak berlangsung dua putaran. Lagi pula pasangan Prabowo-Gibran adalah pasangan yang “dipaksakan” untuk maju dengan bermodal pada, fakta Gibran memiliki kecacatan berat. Anak haram Konstitusi dan anak haram Demokrasi.
Skandal Paman Usman yang melahirkan Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 merupakan cacat permanen Gibran. Putusan MK MK No 2/MKMK/L/11/2023 menjadikan Gibran menurut Tempo sebagai Anak Haram Konstitusi. Sementara Putusan DKPP KPU baik No 135, 136, 137 maupun 141 PKE-DKPP/XII/2023 merupakan dasar penghukuman KPU. Artinya Gibran itu Anak Haram Demokrasi.
Prabowo-Gibran tidak pantas menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Rakyat berhak menolak. Bukan semata menolak hasil dari suatu proses demokrasi tetapi menolak proses yang nyatanya justru menginjak-injak atau sekurangnya memanipulasi demokrasi. Jokowi cawe cawe bahkan penentu dalam perusakan demokrasi tersebut.
Betapa benarnya argumen bahwa Pilpres akan berjalan dengan baik, jujur dan adil jika tanpa kehadiran Jokowi. Jokowi yang dimakzulkan. Kini dengan masih aktif dan ikut campurnya Jokowi maka Pilpres 2024 menyebabkan Pilpres cacat moral dan cacat hukum. Untuk yang terakhir ini dapat dibuktikan dalam proses lanjutan.
Rakyat dapat menolak kemenangan Prabowo-Gibran yang dihasilkan dari berbagai kecurangan. Perang perlawanan dalam makna luas mungkin terjadi. PDIP ironinya ternyata menjadi korban terparah dari perekayasaan atau kecurangan tersebut.
Saatnya semangat pemakzulan Jokowi dikumandangkan. Biang masalah harus diselesaikan secara konstitusional. Pendukung Pasangan O1 dan O3 harus bahu membahu melawan penistaan demokrasi ini.
Film “Dirty Vote” sedang berada di alam nyata. Bukan sekedar dokumen. Tolak Prabowo Gibran.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 14 Februari 2024