Rakyat Menggugat Sepak Terjang LBP (1): Dugaan Suap Bisnis Tambang Emas PTMQ di Papua

Oleh Marwan Batubara, IRESS

 

SELAMA Presiden Jokowi berkuasa, rakyat mencatat berbagai sepak terjang Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang dianggap sangat berkuasa dan menentukan jalannya pemerintahan. LBP bisa hadir dan sangat berperan di berbagai sektor kehidupan bernegara. Bahkan karena sangat berkuasa, sejumlah kalangan menyebut LBP sebagai The Real President.

Sepak terjang LBP dalam berbagai kasus yang menjadi perhatian publik perlu diurai secara serial. Kasus-kasus tersebut memang tampak akan terkubur, tidak akan diproses sesuai hukum, terutama karena “dominannya” peran LBP. Hal ini sejalan pula dengan sikap DPR, BPK, KPK atau lembaga-lembaga relevan dan terkait yang “gagal” menggunakan wewenang. Namun bagaimanapun situasinya, rakyat perlu memahami dan mempermasalahkan.

Tulisan pertama ini mengungkap peran LBP dalam kasus tambang emas PT Madinah Qurrata ‘Ain (PTMQ) di Sungai Dewero, Intan Jaya, Papua. Kasus ini terkait dugaan gratifikasi dan/atau suap melibatkan LBP dalam proses perizinan PTMQ. “Untung saja” LBP menggugat Haris dan Fatia Rp 100 miliar atas dugaan “pencemaran nama” (22/9/2021), sehingga publik berkesempatan memahami apa yang sebenarnya terjadi dan sejauh mana keterlibatan LBP dalam kasus tambang emas di Sungai Dewero, Intan Jaya, Papua tersebut.

Dalam unggahan video di YouTube pribadi (20/8/2021), Haris dan Fatia membahas peran LBP pada PTMQ berdasar laporan 10 LSM berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Laporan mengungkap perihal operasi dan motif penerjunan aparat TNI-POLRI, indikasi relasi antara konsesi tambang dengan operasi militer di Papua, dampak operasi militer terhadap penduduk dan profil perusahaan pemegang konsesi tambang.

PTMQ merupakan salah satu satu pemegang konsesi tambang emas di sekitar Intan Jaya dengan luas wilayah kerja (WK) 23.150 hektar yang masih tahap eksplorasi. WK PTMQ berdekatan dengan beberapa pos militer seperti Polsek Sugapa, Polres Intan Jaya, dan Kodim Persiapan Intan Jaya. Awalnya, PTMQ dimiliki Dasril dan Ason, yang kemudian menjalin kerjasama dengan perusahaan asal Australia, West Wits Mining (WWM).

Belakangan, WWM justru menjadi pemilik saham mayoritas PTMQ (64%). Sehingga PTMQ berubah menjadi subsidiary WWM. Pada 2016, WWM “memberi 30% saham” kepada Tobacom Del Mandiri (TDM) atau PT Tambang Raya Sejahtera (TRS), anak perusahaan Toba Sejahtera Group (TSG). *“Kerjasama”* WWM dengan TSG yang mayoritas saham milik LBP ini diakui sebagai perjanjian *“aliansi bisnis”* yang dimulai Oktober 2016.

Ada tiga nama aparat terhubung dengan PTMQ, yaitu Purn. Polisi Rudiard Tampubolon, Purn. TNI Paulus Prananto, dan Menko LBP. Rudiard Tampubolon merupakan komisaris PTMQ. Selain duduk sebagai komisaris, perusahaan yang dipimpin Rudiard yakni PT Intan Angkasa Aviation juga mendapat 20% kepemilikan saham di PTMQ. Paulus Prananto dan LBP merupakan anggota tim relawan (Bravo Lima) pemenangan Presiden Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Menurut WWM kepemimpinan dan pengalaman Rudiard *“berhasil menavigasi”* PTMQ menuju tahap eksploitasi/operasi tambang.