Rakyat Mati Antre Minyak Goreng: Makzulkan Presiden Jokowi Segera!

Ketiga, kebijakan pemerintah tidak solid karena adanya intervensi oligarki. Akibatnya terbit aturan-aturan yang bersifat interim, coba-coba dan sewaktu-waktu bisa berubah, karena yang menjadi fokus perhatian bukanlah rakyat banyak, tetapi kepentingan oligarki, program biodiesel (B20 & B30) menggunakan dana pungutan BPDPKS yang sangat menguntungkan oligarki, dan pengamanan penerimaan APBN yang terancam defisit besar.

Keempat, lemahnya pengawasan, penegakan hukum serta tidak jelas dan tegasnya sanksi atas pelaku penyelewengan. Harga migor subsidi untuk mayoritas rakyat (terutama migor jenis curah) memang lebih murah dibanding migor non-subsidi sektor industri dan migor golongan mampu. Karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, oknum-oknum pengawas, aparat negara dan penegak hukum justru terlibat berbagai kejahatan: menjual migor subsidi ke sektor industri dan sektor non-subsidi, menimbun atau bahkan menyeludupkan migor.

Kelima, sejumlah pengusaha sawit merupakan perusahaan terintegrasi yang juga memiliki jaringan bisnis di sektor industri dan sektor-sektor lain di hilir yang mestinya tidak berhak mengkonsumsi migor subsidi. Jika di satu sisi pengawasan dan penegakan hukum lemah, dan di sisi lain jaringan terintegrasi tersebut demikian luas dan mencengkeram, serta ditambah pula dengan prilaku moral hazard, maka penyelewengan akan mudah dan terus berlangsung.

Keenam, besarnya windfall profit dari naiknya harga CPO (mencapai 71 persen dalam setahun terakhir) jelas akan menambah kemampuan keuangan negara. Dengan besarnya windfall profit yang diperoleh pengusaha sawit, mestinya pemerintah pun memperoleh dana tambahan penerimaan APBN yang besar pula, berupa windfall profit tax, atau pajak progresif ekspor CPO. Dana tambahan ini sangat besar untuk mampu mengendalikan harga migor subsidi, sehingga rakyat tidak perlu mengantri. Namun subsidi migor rakyat tersebut tidak terjadi.

Meskipun potensi dana tersebut sangat besar, kita tidak paham apakah windfall profit tax/pajak progresif tersebut telah benar-benar diterapkan, nilainya berkeadilan dan digunakan untuk pembelanjaan APBN yang mendesak dan prioritas. Untung besar dari windfall harga CPO sangat BESAR untuk bisa dimanfaatkan oleh oligarki dan pelaku moral hazard untuk mempertahankan dominasi kekuasaan dibanding untuk kepentingan rakyat secara adil dan transparan. Dalam hal ini, rakyat harus meminta BPK mengaudit dan KPK mengusut tuntas penerapan dan penggunaan windfall profit tax, serta mengadili para pencoleng.

Di samping pajak ekspor progresif CPO, pemerintah pun telah memperoleh dana dari pungutan ekspor yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). BPDPKS yang merupakan Badan Layanan Umum ini merupakan unit organisasi di bawah Menteri Keuangan. Dalam dua tahun terakhir, 2020-2021 subsidi biodiesel dari BPDPKS kepada perusahaan pemasok biodiesel (umumnya pengusaha oligarkis) sekitar Rp 79,86 triliun.