Rakyat Harus Bicara Politik

Perlu digarisbawahi, bicara politik tidaklah identik dengan meraih dan mempertahankan kekuasaan atau jabatan. Bicara politik juga bukan barang mewah yang menjadi hak prerogatif politikus, pun kaum terpelajar dan para aktivis. Tapi, hak yang melekat pada diri setiap warga negara yang dijamin konstitusi.

Dalam banyak kasus, mereka yang enggan bicara politik adalah manusia-manusia pragmatis, atau lebih buruk lagi, kaum oportunis, yang hanya mementingkan kepentingan dan kenyamanan diri sendiri. Kamus kehidupan mereka tidak mengenal kosa kata tanggungjawab moral dan sosial kendati berasal dari kalangan terdidik dan status sosial ekonomi mapan.

Barisan pendukung militan dari politikus yang sedang berkuasa juga seringkali menghindar dari perbincangan politik. Sebab, tidak ingin mendengar suara sumbang tentang penguasa idola mereka.

Sebaliknya, mereka bersemangat menceritakan dan menyebar berita tentang prestasi dan kehebatan sang penguasa idola. Pun dengan senang hati mereka menyimak cerita tentangnya, asalkan tanpa cela.

Seperti halnya kelompok oposan, menjadi pendukung penguasa juga pilihan politik. Politik status quo.

Bagi pendukung penguasa, politik yang benar hanya politik versi penguasa. “The king can do no wrong,” penguasa tidak bisa dan tidak boleh salah.

Kelompok ini hanya “mengizinkan” ruang publik diisi perbincangan politik ala penguasa. Selainnya, tabu bagi mereka.

Padahal, penguasa, entah presiden atau kepala daerah, adalah produk politik, yang sesak dengan urusan politik. Campur aduk antara politik kebajikan (good politics) dan politik nista (bad politics).

Untuk memperoleh kekuasaan, penguasa berpolitik. Kesehariannya dalam mengelola, mempertahankan dan memperluas jangkauan kekuasaan juga politik. Bahkan, seringkali menghalalkan segala cara sesuai nubuat Niccolo Machiavelli, arsitek realisme politik abad renaisans asal Italia.

Presiden masuk gorong-gorong, ternak kodok, melepas burung, mancing pakai sendal jepit, lempar sembako dari dalam mobil, berswafoto di lokasi bencana, semuanya aksi politik. Tepatnya politik pencitraan.

Akhirul kalam, it’s all about politics. Politik meluber ke segala penjuru secara dinamis. Dus, rakyat tidak bisa dan tidak perlu menghindar dari perbincangan politik. [FNN]