Radikal dalam Menghakimi Radikalisme

Saya hanya ingin mengatakan masanya untuk semua menghentikan politisasi isu radikalisme. Selain hanya menambah keresahan dalam masyarakat, juga akan semakin mempertajam kecenderungan karakter  “we vs them” (kami lawan mereka). 

Oleh: Imam Shamsi AliUstadz di Paman Sam

SERINGKALI kita dengarkan istilah politisasi agama. Tentu yang dimaksud demikian adalah penggunaan atau pelabelan agama untuk kepentingan-kepentingan politik. Dengan kata lain agama dijadikan obyek demi meraih kepentingan politik. Atau sebaliknya isu agama juga sering dipakai untuk mengganjal lawan politik.

Akibatnya dalam penilaian tentang sesuatu atau seseorang tidak lagi berdasarkan nilai baik atau buruknya. Tapi lebih kepada kepentingan politik tertentu.

Contoh kecil dalam busana misalnya. Betapa larisnya baju-baju koko dan kopiah di musim-musim politik untuk berkunjung ke masjid-masjid dan majelis ta’lim. Juga banyak politisi wanita yang selama ini alergi dengan hijab tiba-tiba berhijab rapih.

Sebaliknya tuduhan-tuduhan ekstremisme atau radikalisme kerap digaungkan dimusim-musim politik. Tentu dimaksudkan untuk menekan dan mengganjal pihak-pihak tertentu yang dianggap gangguan bagi sebagian untuk mendapatkan kepentingan politiknya.

Sebaliknya prilaku radikal dan intoleransi dipertontonkan oleh sebagian orang atau sekelompok orang tertentu dengan tanpa malu tetap saja dibiarkan. Bahkan  seolah dipelihara dan mendapat perlindungan.

Akibatnya konsep moderasi atau radikalisme menjadi aneh dan membingungkan. Moderasi menjadi seperti yang sering saya sampaikan berbentuk moderasi sepihak. Sebaliknya radikalisme juga menjadi terasa sangat dipaksakan pada pihak tertentu.

Jahatnya kerap kali label radikal ini tidak berakhir pada tataran persepsi atau wacana semata. Tapi sering menjadi alat perangkap untuk menjerumuskan pihak-pihak tertentu atas nama keamanan dan loyalitas kebangsaan.