Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Luar biasa, MK (baca: Mahkamah Konstitusi) sangat piawai menyihir pikiran publik, mengaduk-aduk fikiran dan perasaan, bagi siapapun jutaan rakyat yang menyimak pembacaan putusan uji materi UU Pemilu. Diawal pembacaan, MK mampu membuat segenap dada rakyat berdegup dan lega, karena pada permulaan sejumlah penarikan perkara dikabulkan, dan permohonan penurunan batas usia minimum Capres Cawapres ditolak.
Namun, suasana itu ternyata hanya sesaat. Rasa penasaran, khawatir dan penuh tanya disusul perasaan lega karena batas usia minimum 40 tahun dikuatkan MK, langsung hancur berantakan manakala MK menafsirkan norma syarat menjadi capres tersebut dengan frasa “sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Sebenarnya, dengan frasa ini, maka seluruh kepala daerah dan anggota legislatif, baik Bupati, Walikota hingga Gubernur, baik anggota DPRD Kabupaten, DPRD Kota hingga DPR RI, berpeluang maju Pilpres 2024, meski usianya dibawah 40 tahun.
Bahkan, Presiden dan Wakil Presiden pun, bisa ikut Pilpres lagi meski seandainya usianya masih dibawah 40 tahun.
Hanya saja, siapa yang diuntungkan dan paling berpeluang untuk maju Pilpres 2024 berdasarkan keputusan MK ini?
Tentu saja, seluruh mata publik tertuju kepada Gibran Rakabuming Raka, Pejabat Walikota Solo, anak Presiden Jokowi sekaligus keponakan Ketua MK Anwar Usman dari jalur istrinya yang bernama Idayati.
Idayati sendiri, adalah janda dari Hari Mulyono yang menurut Bambang Tri Mulyono (penulis buku Jokowi undercover), adalah pemilik asli ijazah UGM yang diklaim Jokowi. Hari Mulyono meninggal dunia, Idayati menjanda, dan kemudian diperistri oleh Anwar Usman.
Jadi, kalau walikota lainnya, hanya mimpi saja mau memanfaatkan putusan MK ini untuk maju Pilpres. Akan halnya Gibran, tentu ini peluang besar untuk maju Pilpres karena beberapa alasan:
Pertama, Gibran adalah anak Presiden yang bisa memanfaatkan kekuasaan sang ayah untuk mencari kendaraan politik bahkan untuk menang. Saat ini, PDIP dan Gerindra sedang berebut mengambil Gibran sebagai pasangan Cawapres untuk mendampingi jagoannya.
Mendapatkan Gibran, berarti mendapatkan insentif kekuasaan dari Jokowi. Partai akan aman melenggang, juga akan aman untuk menang dari sisi infrastruktur Pemilu, meskipun secara real suaranya kalah karena tak mendapatkan dukungan rakyat.
Saat ini, kejujuran tidak dihitung. Yang penting menang, meskipun curang. Untuk melegitimasi kecurangan agar menang, kata kuncinya ada pada infrastruktur Pemilu yang ada dibawah kendali Presiden Jokowi.
Kedua, Gibran mewakili kepentingan dinasti Solo, dinasti Jokowi. Gibran maju bukan hanya atas pertimbangan melanjutkan estafet kekuasaan dinasti Solo, melainkan juga agar bisa menjadi bungker kekuasaan yang paling rapih untuk menutupi segala keborokan era pemerintahan Jokowi.
Jokowi, tak terlalu percaya menitipkan nasibnya kepada Prabowo atau Ganjar. Karena itu, dia akan memajukan anaknya agar jaminan keamanan bagi dirinya pasca lengser, termasuk bisa ikut terus cawe cawe pemerintahan melalui anak dan sejumlah sayap politik binaannya, dapat terus dilakukan.
Ketiga, Gibran juga punya kasus sendiri yang kalau tidak naik menjadi Presiden, kekuatan jabatan walikota Solo tak akan sanggup menjadi bungker untuk kasusnya. Laporan KPK yang dilakukan oleh Ubedillah Badrun, bisa diproses jika terjadi pergantian kekuasaan.
Karena itu, selain demi sang ayah Gibran juga maju demi melindungi dirinya sendiri, juga bisnis martabaknya bersama adiknya Kaesang. Ini adalah alasan yang rasional untuk Gibran, kenapa harus maju Pilpres.
Dan ingat, secara norma Gibran bukan hanya bisa maju sebagai Cawapres, melainkan juga bisa maju sebagai Capres. Sepanjang sang ayah (baca: Jokowi) bisa mengkonsolidasikan kekuasaan dengan baik, maka Gibran bukan mustahil bisa maju sebagai Capres dalam Pilpres 2024.
Semua itu tidak mungkin terjadi kalau bukan karena peran Paman Gibran yang baik, yakni Anwar Usman. Kasih sayang seorang Paman terhadap keponakan inilah, yang menjadikan Gibran punya langkah yang panjang dan jauh, tidak dibatasi hanya menjadi penguasa di kota Solo. (sumber: faktakini)