Pujian Yang Melenakan

Dasar gemarnya pemerintah berutang adalah “utang adalah bukti kepercayaan”. Dengan mantra itu, pemerintahan Jokowi terus-menerus menumpuk utang dan tentunya dengan bunga yang tidak sedikit.

Saat defisit, menteri yang dinilai sebagai menteri terbaik itu akan mencari pemasukan hingga ke ujung nusantara. Yaitu, menarik pajak di sektor yang bisa dikenai pajak. Dari mulai memajaki youtuber, selebgram, Netflix, Spotify hingga game online.

Produk digital seperti langganan streaming musik, streaming film, aplikasi dan game online dari dalam dan luar negeri akan dikenakan PPN 10%. Pemungutan PPN itu akan berlaku mulai 1 Juli 2020.

Banyak utang, harus banyak sektor yang bisa ditarik pajaknya. Sedikit simpulan dari kebijakan bu menteri yang dinobatkan sebagai menteri terbaik. Terbaik dalam berutang. Tercermat dalam penarikan pajak ke rakyat. Pajak adalah sumber devisa bagi negara dalam sistem kapitalisme. Jadi, jangan kaget kalau pajak-pajak terus menghantui kita.

Meski utang dalam konteks negara tidak sama dengan utang bagi individu dan korporasi, utang tetaplah utang. Jika individu dan korporasi berutang, maka barang-barang berharga akan disita untuk membayar utangnya. Namun, bila negara tak mampu bayar utang dan bunganya? Apakah negara akan disita? Tentu tidak semudah itu.

Negara punya kedaulatan. Hanya saja, wujud pembayaran itu bisa saja berupa kekayaan alam yang bisa diperjualbelikan. Atau proyek-proyek strategis jangka panjang seperti infrastruktur misalnya. Siapa tahu begitu.

“Jangan berlebihan. Utang Indonesia masih terbilang kecil dibanding Jepang, Cina atau negara maju lainnya”. Justru itu, karena Indonesia negara berkembang, maka jerat utang bisa menjadi jebakan. Jebakan untuk terus bergantung pada utang. Kecanduan lalu tak bisa melepaskan diri dari utang. Pada akhirnya, Indonesia bebas utang bagai mimpi.

Pujian itu melenakan. Dipuji menteri terbaik, eh faktanya malah ketagihan utang. Karena negara kreditur diuntungkan dengan utang itu. Sementara sebagai debitur, tetap tak banyak ambil keuntungan.

Diapresiasi karena sangat hati-hati mengelola utang, malah senang. Padahal, pujian itu tidak gratis. Punya maksud dan tujuan. Tujuannya, Indonesia tetap menjadi langganan Bank Dunia untuk berutang.

Bank Dunia itu lembaga pemberi utang, wajarlah bila mereka memuji setinggi langit. Dengan dipuji, maka customer utang berharap kembali mengutang.

Siapa yang paling terdampak atas utang yang menggunung ini? Tentu saja rakyat. Sederhananya, pemerintah yang berutang, rakyat yang diminta menanggungnya. Dan rakyat hanya bisa pasrah tanpa berbuat apa-apa. Sebab, pembayaran utang negara pada akhirnya dilegitimasi atas nama kebijakan. Kalau kebijakan sudah diketok palu, ya itu berlaku bagi semua rakyat Indonesia.