“Tapi ternyata tidak ada yang mendaftar. Karena rata-rata hanya sebagai tempat usaha,” kata Walikota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko.
Catat: “Sebagai Tempat Usaha”. Bukan rumah.
Tahapan penataan dilakukan. Mulai dari sosialisasi sampai SP-3.
Penghuni acuh. Nggak bergeming. Minta ditunda. Terus begitu. Minta tunda & tunda. Ntah mau sampai kapan. Jentik nyamuk sudah bersiklus. Jadi biang, bertelur & mati. Tetep mereka nggak mau pindah. Kayaknya udah keasyikan nyari duit di situ. Masa bodo soal air mampet dan lingkungan kumuh.
Seminggu sebelum eksekusi “Penertiban Terpadu”, PLN Tanjung Priok bersama unsur Kodim, Polres, Garnisun dan Satpol PP merilis operasi Penertiban P2TL.
Operasi menemukan 18 penyambungan listrik ilegal. Langsung diputus. Proses hukum dilakukan.
Penertiban Terpadu dilakukan pada tanggal 14 November 2019.
Operasi berjalan mulus. Tiada bentrok. Lancar; 25 lapak dibongkar. Sebagian dibongkar sendiri oleh pemilik. PPSU hanya bantu mengeluarkan barang-barang.
Sisa lapak tidak dibongkar karena “pemilik” minta waktu bongkar sendiri. Pemda mengiyakan. Demikian yang terjadi di lapangan.
Lain lubuk lain ikannya. Di medsos lain lagi. Haters Anies, Aktivis Kaleng-Kaleng, NGO Abal-abalan, Preman youtubers dan anjing media melihat ada cela down-grade Anies Baswedan.
Mereka langsung gebuk. Bikin video dengan handphone made in china. Cadas. So-kritis. Gayanya bagai pembela rakyat kecil. Ngaku sebagai pendamping warga. Anies Baswedan di-bully sebagai tukang gusur dan pembohong.
Lagu lama NGO abal-abalan; cari panggung, ingin masuk tipi, supaya ngetop, jadi selebrity dadakan, intimidasi Anies Baswedan, harapannya dipanggil ke Balaikota dan dikasi proyek sebagai upaya gubernur redam kegaduhan.
Program tata-ulang diplesetin jadi penggusuran. Tidak ada clash. Penghuni sukarela kemasin barang dan bongkar sendiri. Bedeng-bedeng lapak cokar gudang besi bekas disebut sebagai rumah warga. (kk/rmol)
Penulis: Zeng Wei Jian