Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)
Keamanan dan kedaulatan bagi negara merupakan hal penting. Ketiadaan keamanan yang cukup akan menyebabkan kekacauan hidup. Demikian juga dengan kedaulatan negara. Eksistensinya dalam kancah kehidupan politik dunia dan melindungi rakyatnya merupakan perkara wajib. Negara yang tidak berdaulat pasti menjadi bulan-bulanan negara super power. Bahkan tidak bisa disebut negara jika tidak berdaulat.
Demi keamanan dan kedaulatan inilah Indonesia menentukan sikap dalam RUU Kamnas (Keamanan Nasional). Semangat RUU Kamnas dilatarbelakangi oleh tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945. Selain itu, untuk menjaga eksistensi bangsa dan negara. Serta menjaga Indonesia dari berbagai ancaman baik luar maupun dalam negeri. Ancaman tersebut dapat berwujud fisik dan non-fisik. Untuk itulah RUU Kamnas akan menjadi blue print dalam menjaga Indonesia.
Sebelum kehadiran RUU Kamnas ada buku putih Departemen Pertahanan (Dephan) tahun 2003 dan 2008. Buku tersebut diterbitkan untuk memberikan keterbukaan kepada publik terkait kepentingan nasional dalam pertahanan. Jika diamati secara menyeluruh ada kesamaan dengan isi RUU Kamnas. Buku Putih Pertahanan ini hanya sebagai panduan. Oleh karena itu Dephan (baca Kementrian Pertahanan) yang menjadi kepanjangan pemerintah ingin mendapatkan legitimasi dari DPR berupa UU.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkritisi RUU Kamnas yang saat ini berpolemik. Kepentingan negara dan DPR tidak sejalan karena beberapa pasal karet dan berpotensi negatif. Begitu pula banyak lembaga non-pemerintah (LSM dan Ormas) pun mencermati kekacauan RUU Kamnas. Untuk menganalisis dan mengkiritisi RUU Kamnas maka ada dua sumber yang akan dijadikan bahan, yaitu Buku Putih Pertahanan 2008 dan RUU Kamnas 16 Oktober 2012.
Istilah Penting
RUU Kamnas mengandung berbagai istilah yang bisa saja ditafsirkan sesuai kepentingan siapa pun. Tak terkecuali kepentingan itu mengandung unsur kebohongan publik. Ada beberapa istilah yang akan dipaparkan berikut artinya sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Beberapa istilah itu antara lain:
Aman : bebas dari bahaya; bebas dari gangguan (pencuri, hama, dsb); terlindungi atau tersembunyi tidak diambil orang; pasti tidak meragukan dan tidak mengandung resiko. Jika istilah aman dikatikan dengan “keamanan nasional” (istilah politik) maka berarti kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya dari ancaman luar.
Ancam : menyatakan maksud untuk melakukan sesuatu yang merugikan atau mencelakakan pihak lain. Jika dikaitkan dengan ‘ancaman’ (istilah politik) maka berarti usaha yang dilakukan secara konseptual melalui tindakan politik dan/atau kejahatan yang diperkirakan dapat membahayakan tatanan serta kepentingan negara dan bangsa.
Kedaulatan : kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara
Pertahanan : perihal bertahan; pembelaan negara. Jika “pertahanan nasional” maka berarti segala usaha untuk mencegah dan menangkis lawan; melindungi dan membela kepentingan nasional terhadap segala macam paksaan dengan kekerasan dan seraganan dari pihak lain.
Catatan Kritis dan Kritik
Ada beberapa poin penting yang sering disebut dalam RUU Kamnas, yaitu keamanan dan kedaulatan. Selama ini Indonesia belumlah menjadi negara aman dan berdaulat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai kondisi kemanan yang tidak kondusif. Kriminalitas, pencurian, pembunuhan, tawuran, dan lainnya. Kedaulatan yang selama ini didengungkan pun terkoyak. Negara ini belum memberikan contoh terbaik bagi rakyatnya. Lihatlah fakta korupsi sebagai potret buruk pemerintahan.
Negara ini pun masih terjajah secara ekonomi, politik, dan budaya. Kalaupun berdaulat hanya dijadikan sebagai legitimasi bahwa pemerintah ini telah mengurusi rakyatnya. Padahal kenyataannya tidak. Apa pun yang terjadi saat ini sebagaimana contoh sebelumnya merupakan kesalahan paradigma pengelolaan negara ini dan ketidakjelasan ideologi negara dalam mengatur rakyatnya.
Bab III-Ruang Lingkup Kemanan Nasional- pasal 5-9. Pasal tersebut menjelaskan keamanan insani, publik, ke dalam dan ke luar. Terlihat seolah keamanan melingkupi setiap unsur yang ada di negeri ini. Uraian dalam pasal-pasal tersebut pun menjelaskan demikian. Hal yang patut dicatat adalah tujuan dari itu semua untuk terpeliharannya keselamatan bangsa. Ruang lingkup ini jelas bertentangan dengan definisi masyarakat. Masyarakat yang terdiri dari pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama. Selama ini yang ada pun pemerintah berlepas tanggung jawab dalam memberikan rasa aman bagi rakyat. Hal yang mengerikan saat ini terjadi adalah bentuk teror yang dilakukan pihak keamanan dengan mengatasnamakan penangkapan terorisme.
Terkait keamanan ke dalam dan ke luar hal ini sarat dengan kepentingan penguasa. Hal yang patut dicatat adalah ketiadaan definisi yang mengancam kedaulatan NKRI. Kedaulatan seperti apa yang dimaksud? Toh, selama ini kedaulatan negeri ini dikoyak oleh asing atas nama investasi. Kedaulatan negeri ini juga terjajah oleh pemikiran, sistem, dan aturan asing.
Pasal 9a terkait keamanan ke luar ada unsur berbahaya yang dapat dimasuki intervensi asing. Hal ini terkait hubungan bilateral dan multilateral bidang pertahanan. Intervensi ini akan semakin mengancam kedaulatan negara jika negara lain bekerjasama. Beberapa bukti dalam bidang pertahanan sering pasukan asing dengan mudah masuk Indonesia. Mereka pun mengatasnamakan kerja sama dan hubungan baik. Tentu hal ini berbahaya mengingat pasukan asing akan memetakan setiap jengkal wilayah Indonesia dan akan menancapkan kuku penjajahan secara militer.
Masih dalam pasal 9a terkait diplomasi serta mediasi. Hal yang patut dicatat adalah diplomasi dan mediasi sering digunakan negara super power untuk meredam perlawanan. Tampak istilah mediasi dan diplomasi begitu indah. Padahal sesungguhnya merupakan bentuk kekalahan Indonesia kepada ancaman militer luar negeri. Lantas, di mana pelindungan negara terhadap rakyatnya ? Maka bahasa yang tepat untuk melawan penjajahan adalah perang bukan diplomasi dan mediasi.
Bab IV-Ancaman Keamanan Nasional- pasal 16 dan 17. Terkait spektrum ancaman pun tidak jelas. Spektrum ini bisa digunakan siapa pun termasuk untuk kepentingan penguasa. Mengingat disebutkan ancaman paling lunak dan paling keras dengan berbagai macam bentuknya. Terkait juga sasaran ancaman empat komponen. Yang lebih mengebiri peran rakyat adalah ancaman keberlangsungan pembangunan nasional. Rakyat tidak diberikan kesempatan untuk mengoreksi jika di tengah pembangunan nasional ada sesuatu yang salah. Koreksi dianggap ancaman dan menghambat pembangunan. Hal ini dapat diamati pada masa orde baru berupa penculikan para aktifis. Saat orde reformasi pun suara rakyat yang menginginkan kembali penegakan syariah Islam mulai dibungkam. Hal ini pun akan melanggengkan satus quo. Sasaran ancaman terhadap insani pun demikian. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 16 ayat 2d bahwa warga negara baik warga negara Indonesia maupun asing dilindungi. Maka yang perlu dijelaskan kepada publik adalah warga negara asing yang seperti apa yang dilindungi? Jika selama ini warga negara asing yang justru mengeruk kekayaan Indonesia dilindungi. Lantas, di mana perlindungan negara kepada kekayaan negeri ini? Apalagi jika status warga negara tersebut yang memusuhi dan memerangi umat Islam (kafir harbi fi’lan). Lantas, di mana perlindungan penguasa ini kepada rakyat yang mayoritas umat Islam ini?
Pasal 17 yang menjelaskan jenis dan bentuk ancaman pun terlalu luas cakupannya. Terkait ancaman tidak bersenjata hal ini dapat dimanfaatkan penguasa untuk membungkam lawan politiknya. Siapa pun—termasuk rakyat—jika berseberangan dengan pemerintah dapat terkena pasal ini. Bagi umat Islam ini sangat berbahaya jika diterapkan. Umat Islam yang ingin tunduk dan diatur syariat Islam akan dinamakan tidak taat hukum negara. Dalam penjelasan pun disebutkan ideologi radikalisme. Selama ini ideologi radikalisme senantiasa dikaitkan dengan Islam. Tindakan penegak keamanan selama ini cenderung represif. Masih diduga teroris saja sudah ditangkap sedemikian rupa dengan penyiksaan dan penyiaran di media masa. Kepentingan politis dan mengambil keuntungan dari pasal ini senantiasa digunakan pemerintah untuk pencitraan dan cari muka.
Bab V merupakan bab yang mengandung banyak pasal dan bagian. Penjelasan panjang lebar terkait penyelenggara keamanan nasional ada di bab tersebut. Ada beberapa pasal yang memang sarat kepentingan dan seret dalam penerapan.
Pasal 18 terkait asas penyelenggaraan Kamnas membuktikan jika negara ini dalam mengatur kehidupan rakyat tidak berasas. Sangat naif jika disandarkan pada tujuan, manfaat, terpadu dan sinergis. Hal ini merupakan kekalahan pemerintah dan bukti tidak mampu menjaga rakyatnya. Pemerintah yang ada tidak independen. Asas yang tidak jelas dan bias ini akan semakin menunjukkan kengawuran penerapan RUU Kamnas. Seharusnya Kamnas betul-betul dijalankan pemerintah karena ini merupakan tanggung jawabnya.
Pasal 19 terkait prinsip keselarasan Kamnas. Sangat jelas keselarasan tersebut tidak disandarkan pada ideologi atau aturan hidup yang benar dan sesuai fitrah manusia. Nilai-nilai agama dikebiri. Tampak keselarasan Kamnas ini bertentangan dengan prinsip hidup umat beragama di Indonesia. Konsep demokrasi, HAM, dan hukum internasional menunjukkan bahwa negara ini mengekor pada kepentingan asing. Selama ini terbukti bahwa jika nilai agama dikebiri, konflik sering terjadi di tengah masyarakat. Bahkan jika diamati secara mendalam pemerintahlah yang menciptakan ketidakstabilan dalam seluruh prinsip keselarasan Kamnas. Lihatlah, hak ekonomi rakyat dikebiri dengan penerapan ekonomi kapitalis-liberal. Hukum nasional dibuat tajam kepada rakyat, namun tumpul ke atas (jajaran pemerintah). Demokrasi dan HAM yang didewakan dijadikan kedok untuk menutupi kebusukan dan kebobrokan pengurusan urusan rakyat. Hak-hak rakyat banyak dikebiri. Sesungguhnya keselarasan prinsip ini tidak akan mampu menciptakan Kamnas, karena bertentangan sekali dengan prinsip dan nilai-nilai agama.
Pasal 20 terkait unsur penyelenggara Kamnas. Terlalu banyak unsur yang ada dari tingkat pusat hingga daerah. Komponen masyarakat pun dilibatkan. Pertanyaannya, efektifkah dengan semua itu? Lalu tanggung jawab pemerintah dan kepala negara dimana dalam menjaga Kamnas? Unsur penyelenggara Kamnas pun terindikasi tumpang tindih bahkan sering dimanfaatkan beberapa lembaga untuk mengeruk dana dari asing ketika dana dari pemerintah kurang. Di sinilah asing dapat bermain atas nama bantuan penanggulangan narkoba, terorisme, dan penanggulangan bencana. Lembaga asing seperti USAID, AUSAID, dan yang lainnya sering berkedok untuk memberikan sumbangan pembangunan. Padahal inilah bentuk penjajahan terstruktur dan terencana untuk menjadikan Indonesia terpuruk.
Pasal 22 yang melibatkan unsur intelijen patut dipertanyakan. RUU ini Kamnas? Atau RUU Intelijen? Intelijen yang ada di Indonesia kerap digunakan sebagai kepentingan penguasa. Tidak jarang informasi yang diberikan pun tendensius. Intelijen ketika hadir di RUU Kamnas ini akan membentuk pemerintahan baru yang disokong Intelijen. Seharusnya intelijen bekerja lebih profesional bukan dengan memata-matai rakyat sendiri. Sementara, penjajah asing atau bahkan musuh negara tidak pernah tersentuh intelijen. Aktifitas mereka tetap aman dan tenang. Republik intelijen ini akan menimbulkan musuh baru yaitu rakyat sendiri. Lantas, apa keuntungan intelijen ini jika mereka bekerja serampangan. Belum lagi Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang bisa dijadikan superbody untuk melindungi status quo. Yang mengherankan DKN ini seperti aparat baru dan pemerintahan dalam pemerintahan. Terkait hal ini yang paling dirugikan adalah rakyat. Mereka dikibuli dan dikebiri untuk bisa memberi sumbangsih yang baik ke negeri ini.
Pasal 23-29 terlihat tumpang tindih kebijakan. Presiden sebagai kepala negara tidak lagi menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Jika di awal RUU, rakyat dan masyarakat dilibatkan maka di pasal ini rakyat diabaikan. Peran mereka dikebiri dan dimanfaatkan jika pemerintah mempunyai kepentingan semata. Apalagi jika dilihat saat ini konflik horisontal antar warga di beberapa daerah. Hal ini membuktikan bahwa peran dari aparat penegak hukum, pemerintah, dan rakyat tidak menunjukan yang berarti. Lantas, siapa yang harus mempertangungjawabkannya. Lagi-lagi yang dirugikan adalah rakyat. Sudah diminta bantuan jadi korban pula. Repot??
Semakin banyak lembaga yang dibentuk menunjukan pemerintah saat ini kehilangan arah. Badan-badan tersebut tidak memberikan dampak kecuali sedikit. Misalnya BNPT dan BNN. BNPT malah menjadikan islamopobia di tengah masyarakat. Stigma-stigma negatif kerap dialamatkan kepada kelompok-kelompok Islam. Bahkan mengadudomba dengan ide deradikalisasinya. Istilah teroris yang kerap dipakai dijadikan barang dagangan untuk mengeruk kekayaan dan dana dari asing. BNN pun demikian. Pemberantasan Narkoba tidak sampai menyentuh pada akarnya. Malahan pemerintah memberikan contoh buruk penerapan hukum pada pelaku pengedar dan pemroduksi narkoba. Mereka dibiarkan bebas dan diberi pengampunan.
Pasal 30-37 terlihat arogansi pemerintah dalam pelaksanaan Kamnas. Terlihat presiden begitu kuasa dalam menjalankan Kamnas dengan jajaran bawahannya. Lagi-lagi rakyat pun diminta bantuan untuk melaksanakan kebijakan yang tidak pro-rakyat ini. Selama ini dalam sistem rezim mana pun presiden seolah-olah menjadi ‘orang bersih’. Jika presiden mengadopsi sistem politik dan hukum yang salah maka akan muncul sikap otoriter. Ketidaksenangan seseorang (presiden) akan digunakan untuk membungkam lawan politik atau siapa pun yang mengancam kedudukannya. Selama ini pun, presiden tidak pernah tersentuh hukum walaupun banyak bukti yang mengarah ke sana. Inilah sikap demokrasi yang culas dan menindas rakyat.
Yang lebih parah lagi jika rakyat dilibatkan, maka akan muncul keamanan baru berwujud masyarakat. Apalagi mereka tidak memahami hukum yang benar. Bisa jadi malah menimbulkan masalah baru berupa keributan dan tindakan anarkis atas nama keamanan yang dilakukan masyarakat. RUU Kamnas juga memberikan legitimasi masyarakat untuk melakukan tindakan pengamanan sebagaimana pemahaman yang dimilikinya. Lagi-lagi tidak ada kejelasan standar.
Pasal 38-39 terkait keamanan laut dan udara. Ketidak jelasan instansi yang terkait pada pasal tersebut akan menimbulkan polemik. Bisa jadi instansi itu swasta dalam negeri, swasta asing, atau lembaga bentukan presiden. Hal yang berbahaya bagi umat adalah kelemahan TNI AU dan TNI AL dalam hal alutista. Selama ini pun rakyat tidak mendapat perlindungan keamanan dalam hal melaut dan melayar. Rakyat dibiarkan melaut seadanya. Sementara banyak kapal-kapal asing yang dengan mudah lolos dan memasuki perairan Indonesia. Tidak jarang wilayah udara diobok-obok asing. Bahkan riset laut sering ilmuwan asing masuk dengan mudah melalui kerjasama dengan lembaga riset dan pendidikan di Indonesia. Lantas dimana perlindungan negara pada rakyat untuk memanfaatkan potensi yang terkandung di bumi Indonesia?
Pasal 41-46 terkait penanggulangan ancaman. Kehadiran militer begitu kental. Sikap militeristik seharusnya menjadi pelajaran bangsa ini. Semenjak Orde Baru militer begitu arogan dan semena-mena. Presiden menggunakan tangan besinya atas nama menjaga nama baik dan pembangunan. Memang militer bisa efektif menanggulangi ancaman, namun beban psikologis masyarakat tidak akan bisa diobati. Bisa jadi akan muncul api dalam sekam. Dendam rakyat kepada pihak militer akan terpelihara. Malahan inilah yang akan menghambat kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana negara menjadi aman jika konflik rakyat dan penguasa terjadi? Semua merupakan kesalahan pemerintah yang abai pada pengurusan rakyatnya.
Pasal 47 terkait bantuan internasional. Pasal ini merugikan rakyat khususnya yang mayoritas muslim. Sering terjadi bencana banyak lembaga Internasional (baik atas nama agama atau kemanusiaan) masuk dengan mudah. Bahkan kerap terjadi upaya kristenisasi. Di sisi lain tentara asing kerap memetakan wilayah Indonesia dengan mudah. Seharusnya pemerintah belajar dari peristiwa Tsunami Aceh. Tentara AS memetakan potensi laut dan Sumber Daya Alam. Serta akan membangun pangkalan militer AS di Asia Tenggara. Pemerintah sering tidak melindungi aqidah umat yang terkena bencana.
Pasal 49 terkait pengawasan. Hal ini akan sangat merugikan rakyat. Pengawasan dalam bentuk apa yang diinginkan? Bentuk pengawasan juga tidak jelas. Bisa jadi yang mengawasi juga terkena statement ‘ancaman nasional’ karena mengoreksi penguasa. RUU Kamnas bisa menjadi senjata makan tuan bagi rakyat. Selama ini pun pengawasan begitu lengah dan tidak menyentuh akar persoalan. Bisa jadi ini hanya alasan pemerintah saja untuk melibatkan dan menyembunyikan kepentingan RUU Kamnas yang berbau otoriterisme. Militerisktik, dan pengabaian pada rakyat.
Pasal 50-51 terkait pendanaan Kamnas. Pendanaan ini pun akan memangkas uang yang seharusnya digunakan untuk rakyat. APBN yang ada saat ini pun sarat dengan kepentingan kelompok maupun perorangan. Lihatlah praktik-praktik kotor pejabat yang duduk di badan anggaran. Korupsi pun kerap terjadi. Bahkan yang lebih sadis subsidi rakyat sering dikurangi atas alasan pembebanan APBN. Lantas, cara berpikir seperti apa dalam penggunaan APBN ini? Belum lagi ada instansi yang boleh membantu dalam pebiayaan Kamnas. Yang jadi pertanyaan. Sebetulnya Kamnas ini proyek siapa? Ataukah Asing begitu mudah menyetir dalam pembuatan RUU Kamnas? Tak jarang lembaga asing sering menggunakan sentimen Kamnas untuk intervensi kebijakan Kamnas di dalam negeri. Betul-betul sebuah penjajahan sistemik.
Penutup
Beberapa catatan kritis dan kritik di atas dapat disimpulkan jika yang dirugikan dari pelaksanaan RUU Kamnas adalah rakyat. Cara logika seperti apa yang dibuat pemerintah jika mereka mengatasnamakan rakyat dalam membuat RUU yang kemudian RUU itu menindas rakyat? Hal ini menunjukkan demokrasi yang diagungkan tidak layak dalam mengatur urusan rakyat.
Asing atau lembaga internasional akan mudah masuk untuk mengatur urusan Kamnas. Belum ada RUU Kamnas saja mereka masuk melalui pelatihan anti-teror dengan mendanai dan mempersenjatai aparat keamanan. RUU Kamnas akan semakin menambah deret RUU dan UU yang bertujuan untuk membungkam suara rakyat akan arti sebuah kesejahteraan. Ketika rakyat protes dan berontak menunjukkan pemerintah tidak lagi cinta kasih pada rakyatnya. Pengabaian dan pembiaran kerap terjadi.
Maka dengan tegas RUU Kamnas dan RUU yang lain buatan dari sistem demokrasi pasti membawa kehancuran. Kepentingan kelompok, individu, maupun kekuasaan sering diuntungkan. Rakyat kian memble dan kece. Belum lagi UU yang sudah ada pun sarat dengan kepentingan asing dan pro liberalisme.