Oleh : Eggi Sudjana*
Ketua umum TPUA , Kuasa Hukum Gus Nur & Bambang Tri Mulyono
ALLOH Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَا عْلَمْ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَا سْتَغْفِرْ لِذَنْبِۢكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنٰتِ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوٰٮكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.”
(QS. Muhammad 47: Ayat 19).
Miris, bila Kita hayati Ayat Al Quran surat Muhammad ayat 19 tersebut , bahwa untuk bertuhan kepada ALLOH SUBHANNAHU WA TA ALA HARUS LAH FAHAM BETUL YANG DI UCAPKAN BAHWA ” TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLOH ” tapi dalam PERSIDANGAN IJASAH PALSU NYA JOKOWI DI PN SURAKARTA SOLO hingga pemeriksan saksi Fakta Orang ke-13 (10/1), tidak ada satupun yang membawa atau minimal melihat ijazah asli Jokowi. Padahal, inti dakwaan Jaksa adalah Gus Nur dan Bambang Tri dituduh mengedarkan kabar bohong.
Padahal, untuk membuktikan adanya kabar bohong, maka Jaksa harus menghadirkan kabar benarnya, kabar jujurnya. Bambang Tri dalam Mubahalah yang dibimbing Gus Nur meyakini ijazah Jokowi palsu. Lalu, hal ini dianggap menyebarkan kabar bohong.
Logika objektifnya, ijazah asli Jokowi adalah kabar benarnya, kabar jujurnya. Jaksa harus menghadirkan ijazah asli Jokowi, untuk membuktikan Bambang Tri bohong mengatakan ijazah Jokowi palsu.
Dalam perkara perdata di pengadilan negeri Jakarta Pusat, beban untuk membuktikan ijazah Jokowi palsu ada pada Bambang Tri sebagai penggugat. Karena Bambang Tri ditangkap, perkara kemudian dicabut.
Sekarang, dalam perkara pidana beban pembuktian ada pada jaksa. Jaksa yang berkewajiban membuktikan ijazah Jokowi palsu adalah bohong dengan menggadirkan ijazah asli Jokowi dimuka persidangan. Kalau jaksa tidak dapat membuktikan, maka demi hukum Gus Nur dan Bambang Tri bebas.
Karena itulah, saya prihatin dengan saksi saksi yang dihadirkan. Mereka semua hanya katanya dan katanya, tidak mengetahui faktanya. Simpulan dari dokumen rujukan juga hanya konklusi dari asumsi, bukan konsekuensi logis.
Misalnya, ada datanya di buku induk, jadi muridnya dan disimpulkan ijazahnya asli. Ada tema. SD dan SMP nya, lalu disimpulkan ijazahnya asli. Ada gurunya, lalu disimpulkan ijazahnya asli. Ada sekolahnya, lalu disimpulkan ijazahnya asli, pada hal buku induk nya yg ke 14 yg memuat jatidiri Jokowi HILANG , kok buku induk lain nya tdk hilang , misteri ???
Padahal, betapa banyak murid yang tak lulus. Murid yang lulus, ijazahnya dikotak katik sehingga menjadi palsu. Teman sekolah, yang ternyata ijszahnya aspal, dll.