Presiden Yang Tahu Diri dan Yang Tidak Tahu Diri

Oleh: Dr. Tifauzia TyassumaAkademisi dan Pakar Epidemiologi

 

SAYA Teringat Peristiwa turunnya Soeharto sebagai Presiden.

Setelah Pak Harto menyelesaikan Periode ke-5-nya. Sebetulnya beliau sudah ingin lengser, sudah sepuh, dan sudah menyelesaikan PELITA-nya yang ke-5. Sudah berhasil membuat rakyat sehat, selamat, dan bahagia, secara relatif.

Ada korupsi-korupsi juga, tentulah, tapi tidak vulgar. Semua rapi di bawah meja. Tidak membuat rakyat merasa bagaimana-bagaimana.

Pada waktu itu juga beliau sudah mempersiapkan penggantinya, seseorang yang sudah lama diperhatikan, dibimbing, dimentoring: BJ Habibie.

Tetapi ada orang terdekatnya, orang yang paling dipercayainya, seorang Durna, yang membisiki, bahwa: “Rakyat masih menghendaki Bapak jadi Presiden”.

Jadilah. Pak Harto naik lagi masuk periode ke-6. Dan gagal menyelesaikan tugasnya sebagai Presiden dengan gemilang. Turun karena ia dilengserkan dengan menyedihkan. Dan menjadi catatan sejarah yang tidak akan hilang.

Seperti Pendahulunya. Presiden Soekarno. Yang turun secara menyedihkan gara-gara mengamandemen UUD 1945, yang menjadikannya Presiden Seumur Hidup.

Durnanya yang membisiki dia bahwa Rakyat yang menghendaki.

Hanya Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden yang menyelesaikan Periode kepresidenannya dengan mulus. Dua kali menjabat, 10 tahun persis. Dan selesai masa jabatan pada masa kegemilangan. Seandainya pada waktu itu beliau ingin mengubah amandemen pun sesungguhnya bisa, karena semua kekuatan ada di bawah kendalinya.

Tetapi tidak dilakukan Pak SBY.