Oleh Asyari Usman
Tulisan ini dibuat dengan asumsi jika Gibran menang curang di pilpres 2024. Tetapi sejauh ini semua pertanda menunjukkan Anies-Imin (Amin) yang akan menang bersih.
Kalau dilihat gelagat yang ada saat ini, Gibran yang diproyeksikan menjadi presiden sebelum 2029 sangat bisa terlaksana. Prabowo tampaknya akan menyerahkan Gerindra kepada Jokowi.
Jokowi akan langsung diminta menjadi ketua umum. Di pemilu tahun depan (2024), tentunya Jokowi bisa menjadikan Gerindra partai terbesar dengan perolehan suara 35%. Ini tidak sulit bagi Jokowi selagi KPU yang masih banyak dipertanyakan netralitasnya.
Di pemilu berikutnya (2029), Gerindra dinyatakan merebut suara 45% untuk DPR pusat dan 50% untuk seluruh provinsi dan kabupaten-kota. Sedang di pilpres 2034, Gerindra akan dinyatakan merebut porsi suara 55% di tingkat pusat dan rata-rata 65% di tingkat provinsi serta kabupaten-kota.
Gibran akan maju sebagai capres di pilpres 2029 dengan bendera Gerindra yang akan punya modal presidential threshold (PT) sangat kuat (45%). Di pileg 2024 juga, PSI akan dijadikan partai menengah –katakanlah 15% di pusat dan rata-rata 20% di provinsi serta kabupaten-kota. Sehingga ketua umumnya, Kaesang Pangarep, memiliki kendaraan sendiri untuk memperkuat dinasti Jokowi.
Kaesang diprediksi akan mengambil kursi gubernur Jakarta, sedangkan Bobby akan langsung menjadi menteri di kabinet Gibran 2026 atau 2027. Gibran sendiri akan dinyatakan menang pilpres 2029 dan pilpres 2034. Setelah Gibran selesai pada 2039, Kaesang langung maju sebagai capres di pilpres 2039 itu juga. Pada waktu itu, Kaesang sudah selesai 10 tahun (dua periode) sebagai gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Bobby akan menjadi menko senior di kabinet Gibran periode 2034-2039. Seterusnya masih ikut di kabinet Kaesang periode pertama (2039-2044). Dengan demikian, edisi Indonesia Emas 2045 berada di bawah supervisi Kaesang.
Jangka waktu ini cukup untuk menunggu giliran generasi ketiga masuk ke barisan dinasti berikutnya. Di pilkada 2044, generasi cucu bisa duduk sebagai walikota Solo.
Setelah lima tahun di Solo, generasi ketiga maju di pilkada DKJ 2049. Dia menjadi gubernur Jakarta termuda. Tapi, bagaimana generasi cucu bisa melanjutkan dinasti di kursi presiden sementara jabatan dia sebagai gubernur DKJ baru akan berakhir pada 2054? Sedangkan periode kedua Kaesang berakhir pada 2049?
Tentunya kekosongan (gap) lima tahun itu bukan masalah besar. “Presiden Kaesang” yang punya suara 60% di DPR (terdiri dari Gerindra 45% dan PSI 15%) bisa menerbitkan Perppu penundaan pilpres/pemilu dari 2049 ke 2054. Dukungan di DPR sangat kuat.
Alasan penundaan pun sangat kuat pula. Misalnya, “Presiden Kaesang” akan berdalih bahwa Perppu penundaan pemilu/pilpres harus diterbitkan karena kebodohan yang tumbuh kuat berkat program makan siang dan susu gratis tiba-tiba terancam sirna oleh kesadaran rakyat. Artinya, makan siang dan susu gratis harus dilipatgandakan lewat Perppu agar kebodohan semakin kokoh.
Kebodohan perlu diberi perpanjangan waktu. Tujuannya supaya jabatan presiden berikutnya tidak jatuh ke tangan orang yang berada di luar dinasti.
Pada 2054, “Presiden Kaesang” menyelenggarakan pilpres setelah penundaan lima tahun. Generasi setelah Gibran dinyatakan terpilih sebagai pemenang. Setelah itu, generasi penerus Gibran, penerus Kaesang, penerus Bobby dan lain-lain akan masuk barisan.
Dinasti berlanjut dan semakin kuat akarnya. Setidaknya dalam khayalan Jokowi sendiri.
Tetapi, mimpi dinasti Jokowi itu bukanlah sesuatu yang tak mungkin terjadi. Kelak, dominasi oligarki bisnis akan semakin kuat mendukung.
Dominasi oligarki itu bisa memicu gangguan teknis yang menyebabkan mesin Peruri tak henti-hentinya mencetak lembaran Rp100,000 edisi “Money Politics”.[]
11 Desember 2023
(Jurnalis Senior Freedom News)
Tergantung rakyat, kan yang milih rakyat bukan Jokowi yang pilih. Mau anak Presiden/Menteri/atau pejabat apapun, bebas ikut pemilihan. Ini kan demokras, yang pilih rakyat.