Tafsir Prabowo retak dengan Jokowi adalah hak penafsir, jika seseorang penafsir itu mempunyai kapasitas intelektual yang handal, misalnya Rocky Gerung yang setiap hari podcast. Baik tafsir itu disampaikan melalui tulisan, maupun melalui omon2 di podcast. Tentu melihat keretakan Prabowo dengan Jokowi dapat dianalisis pula secara objektif, antara lain: 1) Jokowi ditenggarai telah menyingkirkan kelompok Aburizal Bakrie dari Golkar. Padahal hubungan dan persekutuan Prabowo dan Abu Rizal telah terjalin hampir 50 tahun. 2) Jokowi tidak puas dari bukan siapa-siapa telah berhasil memaksakan anaknya yang bocil jadi wapres. Mau tambah lagi dengan rekayasa untuk Kaesang. Padahal konsep Prabowo kekuasaan itu bukan pewarisan, melainkan penghambaan keharibaan rakyat. 3. Secara karakter berbeda pula, Prabowo tergembleng sebagai patriotik, sedangkan Jokowi tak jelas, bahkan perusak bangsa. Jadi analisa kepentingan dan karakteristik keduanya berbeda 180 derajat. Pastinya retak. Lalu kenapa Prabowo harus membantah? Dalam politik hal itu biasa untuk mengendalikan stabilitas politik elit.
Selanjutnya, auman Prabowo terbaru ini menjadi sebuah peringatan bagi kekuasaan elit yang ada, jangan lagi kekuasaan dijadikan kepentingan pribadi an sich. Merampok semua kekayaan alam. Kekuasaan menurutnya harus diabdikan buat rakyat miskin. Dan Indonesia harus menjadi negara besar yang sesungguhnya.
*Penutup*
Auman Prabowo yang bak macan ganas telah menyentak kita beberapa hari terakhir ini. Prabowo telah menyelamatkan bangsa dari kemungkinan chaos pada gerakan mahasiswa dan buruh diberbagai kota kemarin lalu. Prabowo Subianto bahkan takut jika gerakan sebesar itu dimanfaatkan kekuatan asing yang tidak ingin stabilitas tercapai.
Dalam masa dua bulan kurang menjelang pemerintah Prabowo, sebaiknya Jokowi dan antek-anteknya sadar dan insyaf. Sebab, tidak boleh ada “dua matahari” lagi. Sudah saatnya Jokowi berkemas-kemas pindah ke Solo. Dan Prabowo Subianto harus disambut rakyat dengan gembira.