Fajar peradaban baru itu muncul di Timur Tengah, dengan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihiwasallam, sebagai kreator dan pemimpin utama memanggungkan Madinah, kota. Dalam sifatnya, kota ini sangat civilian. Itu disebabkan Kota, hasil kreasi gemilang Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ini, memanggungkan kesamaan derajat manusia. Perbudakan, perlahan tapi pasti, terus direduksi. Sayidina Usman, Sayidina Abubakar, Sayidina Umar dan Sayidina Ali, semuanya dengan ketulusan dan keihlasannya, dalam sumbangan yang paling mungkin, telah memungkinkan Islam, agama baru ini, tidak hanya terkonsolidasi, tetapi juga berkembang. Orang-orang tulus dan ihlas, modal terbesar seorang pemimpin, memungkinkan kecerdasannya bekerja dan dengan tepat mengenal masalah-masalah utama, bukan sampingan -simpton- yang dihadapi Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Hukum yang tidak beres, ditunjuk, misalnya oleh Sayidina Umar, sebagai penyebab terbesar masalah pada waktu itu, dan bukan orang-orang, sebagian yang hendak beralih meninggal Islam. Lurus dan berada paling depan dalam urusan penegakan hukum, melejitkan Sayidina Umar, pemimpin hebat ini dihormati sepanjang hidupnya, bahkan oleh orang-orang yang tidak sekeyakinan dengannya.
Sayidina Umar tidak membenarkan, untuk alasan kepentingan agama Islam sekalipun, mengambil hak orang secara tidak adil. Tidak. Ia adil, sangat adil, sehingga bukan orang Yahudi yang diambil tanahnya untuk membangun Masjid tanpa ganti rugi oleh Anas Bin Auf, Gubernur Mesir, diperintahkan untuk dikembalikan. Anaknya, juga dihukum, hingga menjadi sebab ajal menjemputnya.