Track record mereka adalah menikmati reformasi dengan cara-cara yang sedikit tidak berwibawa. Mereka adalah wajah orde baru yang sesungguhnya, yang bertahan dalam ortodoksi orde baru. Cara mereka mencari dan menyenangkan kekuasaan dengan mempertahankan tradisi “menyembah” kekuasaan adalah cara “Asal Bapak Senang”. Itu ciri khas orde baru.
Sebaliknya, Prabowo berjuang memulai ulang karirnya, setelah tidak lagi di militer. Prabowo membentuk ulang rekam jejaknya, sebagai pengusaha yang nasionalis. Dalam organisasi masyarakat atau dalam gerakan civil society karir Prabowo sungguh menjadi pelajaran penting.
Seorang yang pernah meniti karir di Tentara yang kemudian menjadi salah satu elit militer, dengan tanpa merasa bahwa ia pernah berkuasa, ia hadir di tengah masyarakat, menjadi bagian dari gerakan sosial. Itu ciri dari seorang yang mampu merubah diri dari jenderal orde baru, menjadi tokoh demokrasi.
Prabowo bergabung dalam HKTI, organisasi petani, organisasi olahraga pencak silat, melatih para atlet dan membiayainya. Dia betul-betul melupakan tradisi ABS dimana ia dibesarkan. Dan yang lebih gemilang prestasinya adalah membentuk partai politik. Dimana mantan aktivis yang pernah diamankan olehnya ketika orde baru seperti Almarhum Haryanto Taslam, Desmon, Pius, Fery, Iwan Simule dan lain-lain, bergabung dan mengambil jalan perjuangan bersama dengan dirinya. Lewat Partai Gerindra sudah banyak orang yang ia bentuk dan besarkan.
Tidak mudah bagi seorang untuk membentuk partai politik dan kini menjadi partai yang diperhitungkan. Itu adalah sisi demokratis Prabowo yang juga keterlibatan aktif dirinya dalam gerakan civil society dan membangun demokrasi.
Jadi apa yang dituduhkan sebagai otoriter, dan sebagainya, dibantahkan oleh apa yang telah dilakukan Prabowo.
Dengan Partai Gerindra ia banyak membentuk anak-anak muda, menjadi politisi kawakan. Ada Ridwan Kamil, Ahok, Jokowi (tiga orang ini bahkan melupakan jasa politiknya), Anies Baswedan, Sandiaga Uno, merupakan anak muda yang didukungnya untuk ikut ambil peran dalam demokrasi.
Anies yang dahulu merupakan rival politiknya, Sudirman Said, Ferry Mursyidan Baldan dan sederetan nama yang ada di dalam Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, merupakan orang yang pernah berhadapan dengan Prabowo dalam politik. Tetapi mereka mengakui, sikap kenegarawanan seorang Prabowo yang tidak pernah mementingkan dirinya sendiri dan sentimen individual. Dia letakkan semua itu untuk kepentingan bangsa dan negara.
Sikap kenegarawanan ini mencuri perhatian banyak tokoh dan kaum intelektual, seperti Rizal Ramli, Kwie Kian gie, Ridwan Saidi, Syahganda Negolan, Rocky Gerung, Ihsanudin Noersy, Faizal Basri, Djoko Eddy dan lain lain. Sehingga tidak sedikit antusiasme para tokoh ini untuk ikut andil dalam tema sentral perubahan atau ganti Presiden walaupun mereka tidak tercatat dalam BPN.
Dari sisi ulama ada Habib Rezieq Syihab, KH. Rosyid Abdullah Syafei, KH Kholil Ridwan, Ustaz Abdul Somad, Ustaz Arifin Ilham, AA Gym, Ustaz Khotot, Bactiar Nasir, Ustaz Haikal dan tentunya habaib, ulama, ustaz dari seluruh pelosok tanah air yang jumlah tidak sedikit serta gerakan emak-emak dan melineal.
Keterlibatan para intelektual dan ulama untuk memenangkan Prabowo, tentu berdasarkan fakta yang mereka lihat dari sosok dan kepribadiannya. Para tokoh ini melihat sikap kenegarawanan ini.
Keterlibatan aktif Prabowo memasuki gelanggang politik, bukan untuk meraup untung. Ia terlibat dan masuk dalam politik, setelah ia memiliki aset dan sumber daya. Itu pula yang membedakannya dengan para Jenderal rivalnya dan politisi zaman sekarang. Ada banyak politisi yang mencari untung dalam politik, tapi sedikit yang mau mengabdi seperti Prabowo. Tetapi oleh rivalnya dahulu di ABRI tidak disukai, mengutip Jenderal Suryo Prabowo, “mereka ini iri dengan Prabowo”.