Maka mata kita akan tertuju pada panglima ABRI saat itu, yang memegang tongkat komando sebagai pengamanan yang tertinggi. Dialah Jenderal Wiranto.
Tim Mawar yang dipimpin oleh anak buah Pak Prabowo bukanlah penculik liar yang menghilangkan para aktivis. 9 orang yang diamankan oleh tim mawar semua selamat dan sekarang sebagian sudah menjadi politisi Partai Gerindra. Bahkan diantara mereka bersyukur, Prabowo mengamankan mereka pada saat itu.
Tapi kenapa kasus ini menjadi misteri? Kasus ini digunakan oleh jenderal tertentu untuk dijadikan sebagai manuver miring menghantam Prabowo yang notabene pada saat itu adalah menantu Soeharto.
Akan tetapi orang lupa, meskipun sebagai menantu dan suami dari anaknya, Prabowo tetap diterjunkan untuk menghadapi persoalan berat, yang membahayakan nyawanya. Bukti bahwa tidak ada yang spesial dari pak Harto kepada Prabowo.
Seakan-akan semua yang dilakukan oleh Prabowo identik dilakukan oleh Pak Harto. Padahal kebijakan pengamanan di bawah kendali Jenderal Wiranto yang sebelumnya sebagai KSAD dan selanjutnya menjadi Pangab pada waktu itu.
Semua merasa bersih dari segala pelanggaran HAM, lalu disuruh Prabowo menanggungnya. Pertanyaannya, apakah Wiranto waktu itu seorang aktivis, atau Agung Gumelar adalah tokoh reformis?
Dua orang ini adalah petinggi ABRI yang memegang posisi penting dan yang memiliki kebijakan komando. Artinya dua orang ini pula memiliki tanggungjawab terhadap apa yang terjadi 1998 itu. Lebih khusus Jenderal Wiranto sebagai KASAD, kemudian menjadi Pangab ketika Puncak 1998.
Tetapi setelah reformasi, tuduhan datang dari internal mantan-mantan jenderal ABRI (sekarang TNI) dialamatkan Prabowo sebagai bentuk “persembahan” mereka kepada penguasa yang datang silih berganti.
Beberapa orang jenderal ini, tidak punya track record yang mencolok dalam demokrasi. Mereka bahkan cenderung menggunakan kejadian 1998 sebagai bentuk pengabdian mereka terhadap kekuasaan.
Agung Gumelar adalah merupakan salah satu Dewan Penasehat Presiden Joko Widodo, yang juga menjadi Komisaris Independen di PT Lippo Tbk yang notabene merupakan salah satu taipan yang memiliki modal besar dan ikut pula menikmati serta menjadi konglomerat pada zaman orde baru.