by M Rizal Fadillah
Solo kini menjadi kota yang semakin menarik bukan saja karena kraton, kuliner atau keindahan lainnya tetapi menjadi tempat kunjungan Presiden Prabowo menemui Guru atau Suhu Jo. Rupanya kangen-kangenan. Bertanya dalam hati, saat ini siapakah Presiden Jokowi atau Prabowo ? Jangan-jangan Pelantikan 20 Oktober hanya ajang sumpah perpanjangan lidah atau pengabdian murid kepada guru.
Setelah kabinet gembrot produk nasehat dan titipan Suhu Jo, maka lanjutannya adalah sowan-sowan Solo. Prabowo tidak malu pada rakyat yang menganggap pidato-pidato heroik tentang kemerdekaan, kemandirian atau keajegan bangsa ternyata hanya omon-omon doang. Belum ada sinyal implementasi. Alasan strategi dan taktik sebagai senjata ampuh membangun kepercayaan semakin rapuh, terasa basa-basi, bahkan basi.
Nampaknya rakyat juga harus sering berkunjung ke rumah Joko Widodo di Solo untuk menuntut pertanggungjawaban atas berbagai kebijakannya selama memerintah. Ketika Joko Widodo lolos bertanggung jawab di ruang MPR maka semestinya ia bertanggungjawab di ruang Pengadilan. Rakyat akan terus mendesak.
Pertanggungjawaban diawali dengan proyek terkini yaitu rumah dan tanah hadiah APBN di Solo. Hadiah Jokowi melalui Sri Mulyani untuk “padepokan” Suhu Jo. Nilainya ratusan milyar. Luas tanah 9000 M2 bertambah menjadi 12000 M2 dengan kontraktor khusus dari Bali. BPK dan lembaga pengawas lain termasuk KPK mestinya juga sowan eh terjun ke Solo untuk melakukan audit atau pemeriksaan.
Teringat Kaisar Tiongkok Qin Shin Huang yang pasca lengser mempersiapkan makam luas dan mewah dengan 8.009 patung tentara terakota. Ia ingin hidup terus pasca kematian, menikmati dan memperpanjang kekuasaan hingga abadi. Sebelumnya ia mendatangkan banyak tabib yang menurutnya mampu memperpanjang umur. Lengser bagi Qin adalah menjaga kemewahan.
Mahasiswa dan gumpalan umat 411 sudah meneriakkan “adili Jokowi” dan “tangkap Gibran Fufufafa”. Keluarga Jokowi menjadi priotas sasaran aksi. Setelah lengser kini Jokowi menjadi warga biasa yang tidak memiliki aturan protokoler sebagaimana saat menjabat. Rakyat bebas untuk menggugat atau melaporkan. Tidak ada imunitas hukum baginya. Rakyat pun bebas berdemonstrasi untuk menuntut.
Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) mengawali aksi ikut Prabowo ke Solo. Rabu 6 November emak-emak itu datang berdemo dengan membawa spanduk dan poster yang mendorong agar Jokowi diadli, menggugat hadiah negara, serta menempelkan kain bertulis “Segel” sebagai simbol tanah 1,2 Hektar di Colomadu itu layak untuk disegel oleh aparat hukum.
Gerudugan emak-emak adalah keberanian rakyat melawan kekuasaan yang dinilai korup.
Ada Advokat Kurnia Ilahi, SH, Ida N Kusdianti, Hj Menuk, Bunda Merry, dan aktivis lain. Mereka menjadi bagian dari masyarakat yang tidak rela uang rakyat digunakan untuk hadiah pensiun Jokowi dan keluarganya.
Kekayaan Keluarga Jokowi harus diperiksa. Rakyat tidak boleh dibodohi, dibohongi dan hartanya dirampok habis oleh para pejabat yang rakus di negeri ini. Bau korupsi sangat menyengat.
Gerakan emak-emak “sowan” ke rumah Jokowi di Solo membawa spanduk dan poster adalah untuk mengusik diamnya wakil-wakil rakyat di Daerah maupun Pusat atas praktek penghamburan dana APBN dan korupsi yang merajalela dengan besaran luar biasa. Ratusan bahkan ribuan trilyun dibobol gang berjas dasi pimpinan Jokowi.
Jokowi harus bertanggungjawab atas kebobrokan negara, bukan malah menikmati hadiah kemewahan yang diputuskan sendiri untuk dirinya sendiri.
Probawo datang ke Solo untuk memohon petunjuk Suhu Jo, rakyat datang ke Solo untuk berdemo. Mendesak Joko Widodo agar ditangkap, diadili, dan dijebloskan ke hotel prodeo.
Dari Solo Mulyono pergi, ke Solo Joko kembali dan di Solo Widodo dihukum mati. Hukum Ilahi itu pasti. Insya Allah.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 7 November 2024