Kedua. Dari poin pertama di atas, PM Lee melihat bahwa stabilitas politik Indonesia pada masa-masa selanjutnya hanya bisa diharapkan dari kepemimpinan Prabowo. Lee tahu persis bahwa sekarang ini yang terjadi di tataran kemimpinan Indonesia adalah “the puppet play ground” (taman boneka). Sebaliknya, dia sudah lama menyadari bahwa kualitas kepribadian Prabowo dan dukungan luas yang dihimpunnya, membuat kepresidenan Prabowo menjadi sesuatu yang “realistic and beneficial” (realistik dan menguntungkan) bagi Singapura. Lee sudah bisa melihat bahwa kepemimpinan “puppet play ground” akan terus menjadi sumber percokolan kekuasaan internal. Dan juga mengundang iritasi eksternal yang kemudian terus mendesak agar kepemimpinan yang minus kualitas, tidak dilanjutkan.
Ketiga. Dari poin 1 dan 2, PM Lee kelihatannya memproyeksikan bahwa Singapura akan lebih aman dan nyaman di tangan Prabowo. Yang menjadi dasar proyeksi ini adalah jaminan bahwa Prabowo, sesuai kepribadian dan pengalamannya, akan menjadi pemimpin yang bisa menguasai software dan hardware yang ada di kokpit pemerintahan. Artinya, dia yang akan memegang remote-control, bukan menjadi boneka (robot)-nya.
Keempat. Dari poin 1, 2, dan 3, PM Lee merasa yakin Prabowo akan mampu membangun stabilitas ekonomi-sosial-politik Indonesia yang kukuh, dinamis, dan inklusif. Ini sangat diperlukan oleh Singapura. PM Lee berkepentingan agar Indonesia kembali tampil menjadi pemimpin ASEAN yang memang menjadi “hak dan kewajiban” Indonesia. Yaitu, Indonesia yang tidak lagi disibukkan oleh polarisasi yang bisa mengeras menjadi sumber konflik horizontal.
Dari keempat poin di atas, PM Lee Hsien Loong melihat bahwa Prabowo adalah preferensi yang realistik bagi Singapura. Prabowo adalah rasionalitas Singapura. +++ (kk/wa)