PPHN Harus Dibatalkan dan Digagalkan

Eramuslim.com

Edan Edun Edin,,, Dukun Dikriminalisasi Juga

By M Rizal Fadillah

POKOK-Pokok Haluan Negara (PPHN) menjadi kontroversial karena tiga hal,  pertama masalah yang krusial dilempar di masa pandemi, kedua MPR bukan lembaga tertinggi, dan ketiga diprediksi konten PPHN akan menggabungkan pola perencanaan Orla dan Orba. Masyarakat pun menanggapi dengan pro dan kontra.

Partai Ummat dipimpin Ketua Umum Dr. Ridho Rahmadi mendatangi pimpinan DPD MPR untuk menyampaikan aspirasi tentang keberatan atas agenda pembahasan PPHN karena amandemen itu di samping membuka celah bagi perpanjangan masa jabatan Presiden, juga penetapan PPHN dinilai berlawanan dengan semangat reformasi.

PPHN diusulkan agar tidak masuk dalam Konstitusi maupun Ketetapan MPR.

Bambang Soesatyo Ketua MPR-lah yang memulai secara formal menyebut PPHN sebagai agenda utama MPR.

Meski belum utuh kesepakatan fraksi tetapi kajian dan persiapan pembahasan PPHN sebagai pengganti GBHN terus digodok. Bambang Soesatyo pun terus rajin mensosialisasikan rencana tersebut.

Mengapa pembahasan amandemen UUD 1945 tentang PPHN, yang disinyalir bakal menjadi kotak Pandora, harus dibatalkan atau digagalkan?

Pertama, akan memunculkan problematika hukum. Meski MPR berhak melakukan amandemen tetapi MPR kini tidak berwenang menghidupkan GBHN meski dengan nama PPHN.

Kewenangan MPR untuk menetapkan “garis-garis besar dari pada haluan negara” telah dicabut atau dihapus.

Kedua, konsekuensi hukum amandemen PPHN adalah MPR menjadi lembaga tertinggi. Artinya MPR berkedudukan lebih tinggi dari Presiden. PPHN diamanatkan untuk dijalankan oleh Presiden.

Pesiden sebagai Mandataris MPR konsekuensinya harus bertanggungjawab kepada MPR.