Ikhwan, barangkali merupakan sebuah gerakan Islam yang paling dipahami sepanjang sejarah pergerakan modern. Ikhwan mempunyai pendukung terbesar di Mesir, dan mungkin di seantero Arab. Dengan perwakilan di 70 negara, pengaruhnya terasa di mana-mana dalam segenap aspek kehidupan.
Dalam masa transisi politik, kader Ikhwan–muda, bergairah, dan namun polos–berada di garda depan. Mereka adalah gambaran paling mendekati sempurna akan sebuah partai politik Islam, jujur, menyegarkan, dan berada di balik semua isyu politik yang ada. Ikhwan meletakan politik di kehidupan mereka dengan agama yang ada di hatinya. Barat dan AS membaptis Ikhwan sebagai representasi gerakan Islam modern masa kini yang menjadi ancaman terbesar bagi kekuasaan mereka di dunia.
Saat ini, Ikhwan sedang muncul di permukaan, membawa nama dakwah yang digali langsung dari keaslian dan kebenaran Islam. Sejak dulu, obsesi terbesar Ikhwan adalah mempersiapkan dan membina generasi Islam yang dapat memahami ajarannya ini dengan baik, komprehensif dan berimbang. Ikhwan bercita-cita besar mencetak generasi shaleh yang juga mampu membuat orang lain menjadi shaleh. Sebuah generasi mukmin yang mampu mengibarkan bendera Al-Qur’an.
Salah satu hal yang mendasar dari gerakan dakwah ikhwan adalah amal. Karena amal, Ikhwan telah menjelma menjadi sebuah gerakan dengan ruh atau jiwa yang baru (ruhul jadid). Ciri khas Ikhwan adalah selalu menghidupkan Al-Quran dimanapun mereka berada. Seorang ulama menyebutkan, “Ikhwan adalah potret aqidah Islam yang kekal, aqliyah (intelektual) muslim hakiki. Karena sesungguhnya, mereka itu tidak memahami agama sebagai sebuah biara terpencil, dan dunia sebagai pasar yang terpisah. Tetapi, mereka memahami bahwa masjid adalah menaranya pasar, dan pasar adalah keramaian masjid. Ikhwan adalah bahasa dalam membimbing, tangan dalam ekonomi, bayer dalam berjihad, ide dalam berpolitik”.
Dari itulah, di antara buah dakwah Ikhwan yang dapat dipetik dengan cepat, adalah bahwa dengan anugerah Allah dalam jihadnya di abad ini mereka mampu mewujudkan beberapa keuntungan di berbagai bidang. Dengan begitu, kita mampu mengukuhkan eksistensi Islam bagi umatnya, menjadikannya riil, mengembalikan loyalitas umat kepada Islam, untuk menjadi kebanggaan dan kemuliaan, dan mampu menangkis berbagai serangan. Hingga, Allah membebaskan kaum muslimin dari serangan itu, terbongkarlah ghazwul fikri (perang pemikiran), mengalirlah pena dan intelektual mereka untuk membela Islam.
Ikhwan terus menghembuskan prinsip bahwa jihad untuk menegakkan kebenaran, mewujudkan keadilan, menumpas kezhaliman serta mengusir penjajahan adalah pilihan terbaik bagi umat. Karena inilah pilihan yang akan menentukan perjalanan umat Islam. Ini pula yang menegaskan Ikhwan bukanlah sebuah jamaah yang hanya bisa berterori atau menggagas ide belaka.
Namun sekarang, perkembangan Ikhwan mungkin bisa dibagi menjadi tiga periode yang sulit; perolehan suara di pemilu yang kemudian dizhalimi, pengaruh di masyarakat yang perlahan mulai memudar, dan terakhir, tekanan pemerintah yang tak pernah mengendur sedikitpun. Sekarang memang, hubungan Ikhwan dengan pemerintah membaik, namun di saat yang sama, pemerintah juga membaui bahwa Ikhwan dianggap tak mempunyai loyalitas apapun kepada pemerintah.
Ikhwan bahkan berjalan di sebuah jalur yang sama sekali tak diharapkan oleh siapapun. Kenyataan bahwa semakin terbukanya Ikhwan dengan Hamas semakin pula membuka musuh dalam selimut atau perang dingin yang demikian ofensif. Pemerintah yang sudah terkenal akan pro-Barat, selalu mendapat penentangan dari Ikhwan seputar kebijakan yang mereka ambil.
Satu-satunya hal baik yang sekarang tengah dihadapi oleh Ikhwan adalah sikap AS terhadap mereka tampaknya tidak konsisten dan kontraproduktif. Pemerintah AS tampaknya meperlihatkan hal itu dalam beberapa kejadian. Di suatu waktu mereka begitu keras terhadap Ikhwan, namun di waktu yang lain AS pun banyak berdiam diri terhadap manuver Ikhwan.
Adapun ada tiga yang terus menjadi PR besar bagi Ikhwan. 1) Usia. Usia di Ikhwan ternyata menjadi salah satu faktor yang harus diperhitungkan. Ada kesenjangan usia antara, misalnya, Abdul Futuh yang moderat dan fleksibel dibandingakan dengan Mahdi Akif.
2) Ikhwan kesulitan memosisikan diri antara menjadi sebuah gerakan dakwah ataukah partai politik–dua wajah Ikhwan ini memaksa anggotanya selalu berusaha menyesuaikan dan menyeimbangkan ideologi terhadap politik pragmatis, dan bukan sebaliknya.
3) Broker pemilu. Ikhwan harus memerankan dua peran tadi antara bersikap pragmatis untuk meraih suara, namun gejolak di kalangan grass root akan keinginan tetap menjaga basis partai Islam konservatif.
Di sisi lain, Ikhwan pun mengalami guncangan di internalnya. Berbagai perbedaan seakaan membelah pergerakan mereka, dan menjadi persoalan serius bagi tujuan mereka. Tentu, perbedaan-perbedaan itu akan mendewasakan dan memperkuat Jamaah Ikhwan, dan tidak akan menghentikan perjuangan mereka untuk mewujudkan cita-citanya. (sa/mnrt/vnsm)